Sahabat.
Hari ini bertepatan hari raya Idul Qurban. Saya ingin berbagi tulisan
yang diilhami dari suasana idul adha tadi pagi. Inilah tulisan
sederhanaku, semoga dapat menjadi renungan bersama.
*****
*****
Pada suatu peringatan, ditunjuklah penceramah yang telah dipersiapkan. Penceramah itu menyusun konsep dengan untaian kalimah syahdu nan indah akan pengorbanan dan keikhlasan yang maha dahsyat dari seorang peletak monotheisme: Nabi Ibrahim A.S.
Penceramah ini setiap kali ber-khotbah selalu sukses membuat jama’ah
tersedu-sedu, mengalirkan butiran air mata bening dan terkadang ada
jamaah yang meraung.
Kisah-kisah kesedihan, pencerahan, optimisme, kemanusiaan, perjalanan
suka duka berakhir dengan kesuksesan. Semuanya digelegarkan sang
muballiq dengan sangat apik. Ia berhasil memukau dan menghipnotis
jamaah, bahkan sang muballiqpun beberapa kali meneteskan air mata dan
menyekanya di atas mimbar.
Hanya seorang jamaah saja yang tidak terharu dengan ungkapan-ungkapan indah sang muballiq. Ia adalah putra dari sang penceramah.
Seuasai pelaksanaan acara tersebut, seseorang menghampiri anak yang
sedari tadi memperhatikannya. Ia pun bertanya: “Nak, saat para jamaah
terharu dan terisak-isak. Saya amati Ananda tak sedikitpun terharu.
Kenapa?”.
Putra sang penceramah inipun menjawab dengan perlahan: “Ayahku setiap
tahunnya memang berlatih untuk mengungkapkan kalimat-kalimatnya seolah
apa yang ayahku katakan adalah nyata”.
“Maksud Ananda apa?”.
“Seolah qurban itu nyata baginya. Itu hanya kata-katanya saja. Seolah
kata-kata itu mewakili perbuatannya sehari-hari. Celakalah Abu Lahab.
Celakalah ayahku yang mengkhotbai banyak orang tapi ayahku tidaklah
seindah ucapan-ucapannya. Ayahku takkan mengucapkan semua itu di rumah
sebab ibu, kakak dan adikku tahu siapa ayahku. Dia bukanlah Ibrahim yang
menyayangi kami sepenuh hati, menemani kami berlama-lama saat kami
sakit, meluaskan waktu untuk menuntun kami saat gundah, dan mengusap
ubun-ubun kami saat didera masalah. Ibulah yang melakukan semua
kerinduan kami akan kasih sayang. Ayahku bukanlah Ibrahim walau kami
ingin jadi Ismail.”
sumber
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini