Bahagia, ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur

Diposting oleh Unknown on Minggu, 24 Juni 2012

 

Apakah anda pernah membayangkan menulis buku bukan dengan  tangan, kaki atau anggota tubuh lainnya? Bayangkan kalau anda menulis dengan kelopak  mata kiri? Jika Anda mengatakan itu hal yang mustahil untuk  dilakukan, Anda tentu belum mengenal orang yang bernama Jean- Dominique Bauby. Seorang pemimpin redaksi majalah Elle, majalah  kebanggaan Prancis yang digandrungi wanita seluruh dunia.
Betapa mengagumkan semangat hidup dan tekad maupun kemauannya untuk  menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa.  Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa  yang dialami si Jean dalam menempuh hidup ini, Anda pasti akan  berpikir, “Berapa pun problem dan beban hidup kita semua,  hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan si Jean!”

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya  lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total yang disebutnya “Seperti pikiran di dalam botol”. Memang ia  masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya  adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi  dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, teman- temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip  apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. “Bukan main,”  kata Anda.
Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita, kegiatan  menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita  disuruh “menulis” dengan cara si Jean, barang kali kita harus  menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean  dalam pembuatan bukunya.

Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, “Le Scaphandre” et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).

Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang  digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun  untuk menelan ludah pun, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut kita teladani adalah  bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik dan tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti  pikiran yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam film yang mengisahkan dirinya.

Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya  yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa  punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu  mengeluh..! Coba ingat-ingat apa yang kita lakukan. Ketika mendapat  cuaca hujan, biasanya menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas  juga menggerutu. Punya anak banyak mengeluh, tidak punya anak juga  mengeluh. Carl Jung, pernah menulis demikian: “Bagian yang paling  menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima diri sendiri  secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah pikiran yang  tertutup!”

Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang  stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan orang lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia  karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, yang baru mendapat musibah kecelakaan atau bencana, bagi yang sedang di-PHK, ingatlah  kita masih bisa menelan ludah, masih bisa makan dan menggerakkan  anggota tubuh lainnya. Maka bersyukurlah, dan berbahagialah…!  Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi  bijaksanalah untuk bisa selalu think and thank (berpikir, kemudian  berterima kasih/ bersyukurl).

Dalam artikel yang berjudul Kegagalan & Kesuksesan Hasil Konsekuensi  Pikiran ( SPM 26 Februari 2005) dituliskan, seseorang yang sadar  sepenuhnya, dia datang ke dunia ini hanya dibekali sebuah nyawa  (jiwa). Nah, nyawa itu harus dirawat dengan menjalani kehidupan
secara bertanggung jawab. Dengan nyawa ini pulalah, seseorang harus  hidup bahagia, di manapun dia berada, dan dalam kondisi apapun, dia  harus bisa bahagia. Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri  apa yang kita dapat itu penting, termasuk sebuah nyawa agar kita  bisa hidup di alam ini. Dan kebahagiaan bisa dibuat, dengan tidak  meminta (menuntut) apapun pada orang lain, tetapi memberikan apa  yang bisa diberikan kepada orang lain agar mereka bahagia. Jadilah  seseorang yang merasa ada gunanya untuk kehidupan ini.
Untuk itu, Anda bisa mendengarkan intuisi sendiri sehingga bertindak  sesuai nurani dan menghasilkan apa yang Anda inginkan dalam hidup.  Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak  pernah gagal. Bukan tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah  kecewa. Justru banyak orang yang sukses itu sebetulnya orang yang  telah banyak mengalami kegagalan.

Berpikirlah positif, Anda akan menjadi orang yang beruntung. Banyak  cerita tentang keberuntungan berasal dari kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan. Misalnya, kehilangan pekerjaan memunculkan ide  besar untuk mulai bisnis sendiri dan menjadi majikan. Ditolak pun bisa mendatangkan kesuksesan. Tetapi, untuk mendapatkan
keberuntungan diperlukan usaha. Dan mulailah sekarang juga untuk berusaha!
Sumber: Bahagia, ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur oleh Lianny Hendranata

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini