Ketika
membaca kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa dalam Kitab Suci,1 bagi
sebagian pembaca yang mencari kebenaran, hal itu tampaknya lucu. "Masa
gara-gara makan buah pohon larangan," tanya mereka dalam hati "kok jadi
mati!?"
Ya, bagi para pembaca Kitab Suci bisa
saja hal ini tampak lucu dan menggelikan, sepele, dan tidak masuk akal.
Gara-gara makan buah pohon larangan, manusia pertama-Adam dan Hawa-jadi
berdosa dan harus mati? Bahkan tidak sampai di situ, Allah sendiri yang
menjelma menjadi Manusia dalam diri Isa (Yesus) juga harus mati untuk
menebus manusia? Tak sanggupkah Allah menyelamatkan manusia tanpa ada
seorang pun yang harus mati? Bukankah Allah itu mahatahu, mahasanggup,
dan mahakuasa? Sedangkan manusia bisa melakukan cetak jarak jauh,
pembicaraan atau konferensi jarak jauh (telekonferens), bahkan sudah ke
bulan, tak sanggupkah Tuhan menyelamatkan jarak jauh, tanpa harus
menjelma jadi manusia dan mati hina tergantung di kayu salib, layaknya
bagai seorang penjahat keparat yang terkutuk?
Bagi
seorang pembaca modern hal ini jelas tidak masuk akal. Itulah sebabnya
banyak pembaca yang menilai Kitab Suci sebagai dongeng atau mitos.
Bahkan para pencari kebenaran yang sungguh pun sering menganggap ini
aneh dan menjadi ganjalan dalam mengerti teks Kitab Suci.
Tidak Percaya kepada firman Allah
Dalam
menjawab pertanyaan di atas, pertama-tama kita harus berupaya melihat
sudut pandang Kitab Suci gantinya menerapkan sudut pandang kita sendiri.
Kegagalan banyak pencari kebenaran dalam mengerti misteri buah larangan
ini adalah karena mereka mengenakan sudut pandang sendiri kepada sudut
pandang Kitab Suci. Karena itu, sebagaimana dalam hal lain dalam
mengerti Kitab Suci, kita harus rela meletakkan semua presuposisi kita
dalam menghampiri informasi misteri buah larangan tersebut.
Setelah
membaca, merenungkan, dan meneliti Kitab Suci dengan saksama, ternyata
tidak ada informasi mengenai adanya zat beracun pada buah larangan itu.
Yang ada dalam Kitab Suci ialah motivasi di balik tindakan memakan buah
larangan itu. Alkitab secara gamblang menyoroti mengapa manusia pertama
akhirnya memetik dan makan buah larangan yang berbuntut panjang dan
fatal itu.
Catatan Kitab Suci berkata, "Lalu TUHAN Allah
memberi perintah ini kepada manusia: 'Semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari
engkau memakannya, pastilah engkau mati.'"2
Tetapi
ketika sang penggoda, Iblis yang merasuk dalam diri ular berkata,
"Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti
Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat,"3 manusia pertama itu
jadi bimbang akan kebenaran firman Allah. Kebimbangan itu akhirnya
berubah menjadi ketidakpercayaan setelah melihat tampilan buah larangan
itu "baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu
menarik hati karena memberi pengertian."4 Hanya setelah manusia tidak
percaya lagi kepada firman Allah dan lebih mempercayai dusta Iblis,
"Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga
kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun
memakannya."5
Jadi jelaslah bahwa tindakan
memakan buah larangan itu hanya tindakan nyata dari sikap batin yang
tidak lagi mempercayai firman Allah. Pokok persoalannya bukan sekadar
makan buah pohon. Persoalan sesungguhnya ialah manusia tidak lagi
percaya kepada Allah, tetapi percaya dusta Iblis. Itulah dosa. Paulus
menyebutnya dengan ungkapan, "Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan
iman, adalah dosa."6
Upah dosa ialah Maut Kekal
Dengan
jatuhnya manusia ke dalam dosa karena tidak lagi percaya (beriman)
kepada Allah maka firman Allah "Janganlah kaumakan buahnya, sebab pada
hari engkau memakannya, pastilah engkau mati"7 telah digenapi saat itu
juga. Kematian yang dimaksud adalah kematian rohani, sedangkan kematian
fisiknya baru terjadi setelah Adam berusia 930 tahun. Hal ini tidak
perlu dianggap aneh karena Iblis yang telah jatuh ke dalam dosa jauh
sebelumnya pun kini masih hidup. Akan tiba saatnya kelak dia pun akan
mengalami kebinasaan kekal.
Kitab Suci menyebutkan
kejatuhan ke dalam dosa itu dengan, "Maka terbukalah mata mereka berdua
dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang."8 Sebelumnya mereka memang
telanjang tetapi mereka tidak malu9 sebab ketelanjangan mereka dibungkus
oleh pakaian kemuliaan (tabiat) yang selaras dengan kehendak Allah.
Tetapi setelah mereka berdosa pakaian kemuliaan (tabiat) itu lenyap.
Paulus menyebutnya dengan ungkapan, "orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah."10
Maut kekal
terjadi kepada makhluk berdosa bukan karena buah larangan itu mengandung
zat beracun yang mematikan. Tidak! Maut kekal terjadi kepada orang
berdosa adalah karena sang manusia telah memisahkan diri dari
satu-satunya sumber kehidupan yaitu Allah. Karena dosa memisahkan
manusia dari Allah11 yang adalah kehidupan itu sendiri, berarti manusia
berdosa mati, karena di luar Allah tidak ada kehidupan. Jadi kematian
bukan karena hukuman Allah, sehingga Allah dicap kejam dan tukang hukum.
Kematian hanyalah lawan kehidupan. Manusia memisahkan diri dari
kehidupan (Allah), maka yang terjadi adalah kematian!
Kematian Pengganti oleh Sang Penebus
Setelah
manusia berdosa-kehilangan [pakaian] kemuliaan-mereka pun sadar bahwa
mereka telanjang. Mereka mencoba "menyemat daun pohon ara dan membuat
cawat"12 untuk menutupi ketelanjangan mereka. Tetapi Allah membuat
pakaian yang sesungguhnya. Kitab Suci mencatat, "Lalu TUHAN Allah
membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya
itu, lalu mengenakannya kepada mereka."13
Kulit
binatang ini ada karena binatang itu harus terlebih dulu dibunuh
[disembelih] lalu kulitnya diambil dan dijadikan pakaian mereka. Ini
menunjukkan harus ada pengganti yang mati untuk jalan keluar dosa
manusia. Binatang pengganti yang mati ini merupakan lambang dari benih
[keturunan] perempuan yang akan menghancurkan kepala sang ular [Iblis]
tetapi tumitnya diremukkan.14 Lambang inilah kemudian yang digenapi oleh
Isa (Yesus) sebagai Anak Domba Allah yang tersebelih,13 yang menghapus
dosa dunia ini.14 Dia datang untuk melayani [manusia] dan "memberikan
nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang."15 Kematian-Nya adalah
kematian untuk menggantikan manusia berdosa supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa tetapi beroleh kehidupan kekal.16 Paulus
menyebutnya dengan ungkapan, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi
karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus."17
Itulah
ajaibnya Allah. Dialah Sang Pencipta dan Pemelihara, tetapi Dia jugalah
Sang Penebus yang menyelamatkan. Dia mau menggantikan kita untuk
menanggung maut agar kita tidak menjalaninya. Nabi Yesaya menyebutnya
sebagai berikut, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita,
dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita
menjadi sembuh."18 Dia membayar utang dosa kita dengan kematian-Nya
agar kita bebas dari tuntutannya.
Ini
dilakukan-Nya karena kasih-Nya yang kekal dan untuk memenuhi keadilan
peraturan [hukum]Nya yang kekal. Dengan kematian-Nya, Dia meneguhkan
firman-Nya bahwa upah dosa adalah maut, dan pada saat yang sama setiap
orang yang percaya tidak binasa tetapi beroleh hidup yang kekal.
Pujian atas Pengorbanan Allah
Paulus
mengakui bahwa kematian Isa (Yesus) yang tergantung di kayu salib
ini-yang ternyata sebagai pengganti bagi manusiamerupakan suatu batu
sandungan untuk orang Yahudi dan suatu kebodohan bagi orang-orang bukan
Yahudi.19 Namun demikian batu sandungan dan kebodohan itu hanyalah bagi
orang yang tidak mau percaya. Sebab ternyata sudah banyak, bahkan sudah
banyak sekali, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi yang percaya pada
keselamatan yang diprakarsai Allah itu.
Mereka
pada zaman dulu, kini, dan masa yang akan datang akan bernyanyi memuji
pengorbanan Anak Domba itu. Mereka akan berseru, "Ya Tuhan dan Allah
kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab
Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu
semuanya itu ada dan diciptakan."20 Selanjutnya, "mereka menyanyikan
suatu nyanyian baru katanya: 'Engkau layak menerima gulungan kitab itu
dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan
dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap
suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.'"21
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga akan turut bersama mereka memuji Dia atas kasih dan pengorbanan-Nya? Semoga!
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini