TUHAN
itu adanya bersifat awal dan akhir, artinya Tuhan tidak memiliki usia
sebagaimana manusia yang memiliki batasan waktu tertentu untuk hidup.
Dalam kitab suci juga disebutkan bahwa Tuhan Maha Cahaya. Apa ini artinya? Marilah kita telaah dengan kacamata sains modern.
Ada satu dzat di dunia ini, yang
sudah ada semenjak alam semesta lahir, tapi tidak pernah merayakan hari
kelahirannya alias tak berumur. Itulah foton, atau partikel cahaya.
Tapi, bagaimana mungkin? Mari kita telaah dengan teori relativitas
khusus Einstein. Begitu mendengar teori relativitas khusus, ingatan kita
spontan menuju konstanta kecepatan cahaya, kecepatan tercepat yang ada
di jagad raya ini. Relativitas khusus mengatakan, ruang dan waktu, oleh
Newtonian dianggap terpisah dan bernilai absolut, menyesuaikan diri
mereka demi menjaga konstanitas kecepatan cahaya yang bernilai 3×108
meter/detik tersebut.
Dengan kata lain, dimensi waktu
akan melambat atau mencepat, dan dimensi ruang akan memanjang atau
memendek, sehingga kecepatan foton selalu bernilai sama. Konsep ini
disimpulkan dengan satu kalimat, “Benda bergerak akan merasakan waktu
melambat dan ruang memendek,”
Konsep ini tidaklah sederhana,
saat Einstein mempostulatkannya padatahun 1905. Diperlukan puluhan tahun
bagi para fisikawan untuk benar-benar bisa mengerti teori tersebut.
Sekarang mari kita ulangi percobaan fantasi yang pernah Einstein lakukan
untuk memahami bagaimana waktu melambat dan ruang memendek.
Bagaimana waktu melambat?
Bayangkan kita memiliki dua buah
jam-foton Kerja jam-foton tersebut adalah sebagai berikut: sebuah foton
terperangkap dalam dua buah cermin (yang merefleksikan cahaya yang
datang). Foton ini akan bergerak maju-mundur membentur dua cermin
tersebut. Kedua cermin ini kita lengkapi dengan sepesial detektor yang
akan berbunyi: setiap kali foton menyentuh permukaannya.
Kecepatan cahaya 3×108
meter/detik berarti cahaya akan menempuh jarak sejauh 3×108 meter dalam
satu detik. Jika dua cermin tadi terpisah sejauh 30 meter (d = 30
meter), maka total foton menabrak dua cermin tersebut adalah 107 kali
tik. Dengan kata lain, setiap kali detektor kita berbunyi 107 tik
berarti itu sama dengan satu detik.
Satu jam-foton berdiri diam di
atas Bumi, sementara yang lain kita beri kecepatan v pada sumbu-x. Foton
pada jam-foton yang diam (kita sebut foton #1) harus bergerak 30 meter
untuk bisa menghasilkan 1 tik. Tapi fotonpada jam-foton yang bergerak
(foton #2) harus begerak. Akibatnya, saat foton #1 sudah membuat 107
tik, foton #2 masih berjuang untuk menghasilkan tik yang sama. Saat
foton #2 berhasil menghasilkan 107 tik, foton #1 sudah memulai
perjalanan untuk menghasilkan 107 tik kedua. Artinya, benda yang
bergerak akan merasakan waktu 1 detik lebih lama (waktu melambat)
daripada saat dia diam.
Bagaimana ruang memendek?
Bayangkan kita punya sebuah
mobil yang panjangnya diukur saat diam adalah 5 meter. Tugas kita
sekarang adalah mengukur panjang mobil ini saat berjalan, sementara kita
tetap diam di atas Bumi. Tentu kita tidak mengukur dengan meteran
seperti yang kita lakukan saat mobil diam.
Cara yang terbaik adalah memakai
stopwatch. Hidupkan stopwatch ketika ujung depan mobil menyentuh sebuah
garis acuan dan matikan saat ujung belakangnya melewati garis itu. Jika
kita bisa melakukan dengan akurat, maka waktu yang ditunjukkan
stopwatch (t) berbanding lurus dengan panjang mobil (L), yaitu L = v*t,
dengan v adalah kecepatan mobil tersebut.
Panjang mobil saat jalan bisa
didapat dengan mudah karena kita punya data v dan t. Kalau percobaan itu
dilakukan beberapa kali dengan meningkatkan kecepatan mobil, akan
diperoleh hasil, semakin cepat pergerakan mobil maka semakin pendek
panjang mobil. Kenapa demikian?
Dengan pemahaman waktu melambat
di atas, hal ini lebih mudah dimengerti. Mobil yang berjalan akan
mengalami perlambatan waktu. Semakin cepat dia bergerak, semakin lambat
waktu yang dia rasakan, sehingga waktu yang diukur stopwatch semakin
kecil. Dengan demikian, sesuai dengan L = v*t, panjang mobilpun semakin
memendek.
Pergerakan dalam 4-Dimensi
Sejauh ini kesimpulan dari
percobaan fantasi kita adalah semakin cepat benda bergerak, semakin
melambat waktunya, dan semakin memendek ruangnya. Sekarang kita
kembangkan kesimpulan itu untuk masuk dalam konsep ruang-waktu teori
relativitas khusus.
Kita hidup dalam 4-dimensi, 3
dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Keempat dimensi ini dibutuhkan untuk
memberikan koordinat lengkap sebuah objek di alam semesta ini. Misalnya
saat menggambarkan keberadaan seseorang di Lantai 4 Sebuah Gedung
Bertingkat (untuk menggambarkan 3 dimensi ruang), kita masih harus
menyatakan pada pukul berapa orang itu ada di sana.
Sebuah objek sebenarnya bergerak
di 4 dimensi ini. Sebuah mobil yang diam, tetap bergerak di dimensi
waktu. Saat mobil ini dijalankan, maka pergerakannya di dimensi waktu
;harus dibagi dengan pergerakan di dimensi
ruang. Sehingga pergerakan di
dimensi waktu berkurang: waktu melambat karena pergerakan benda di
dimensi ruang, persis seperti yang kita buktikan percobaan jam-foton.
Logika tersebut mengantarkan
kita pada pemikiran, untuk mencapai pergerakan maksimum di dimensi ruang
maka pergerakan di dimensi waktu harus nol. Pada kondisi inilah
kecepatan benda menempuh dimensi ruang bisa maksimal. Dan sesuai dengan
teori relativitas khusus, bahwa kecepatan maksimal adalah kecepatan
cahaya, segera kita sadari bahwa cahaya sama sekali tidak bergerak pada
dimensi waktu. Dengan kata lain, foton tidak berumur. Foton yang
dihasilkan semenjak alam semesta terbentuk sampai sekarang umurnya sama!
Bisa melewati kecepatan cahaya?
Ini terkait dengan salah satu
formula teori relativitas khusus yang sangat terkenal: E=mc2, di mana E
adalah energi, m adalah massa, dan c adalah konstanta kecepatan cahaya.
Formula tersebut menjelaskan relasi langsung antara energi-massa
(konservasi energi-massa). Sebuah objek dengan massa m bisa menghasilkan
energi E sebesar mc2; dan karena c sebuah konstanta yang besar, massa
yang kecil tetap akan menghasilkan energi yang besar.
Bayangkan, Hiroshima tahun 1945
hancur akibat energi yang dihasilkan 1ýari 2 pounds Uranium. Di sisi
lain, formula ini memainkan peranan penting dalam pergerakan objek dalam
4-dimensi. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin tinggi
kecepatannya semakin besar energinya.
Saat kita paksa partikel muon
mencapai kecepatan 99,9 kecepatan cahaya, muon memiliki energi yang
besar. Karena konservasi energi-massa, energi tadi meningkatkan massa
muon 22 kali lebih massif daripada massa-diamnya (0.11 MeV). Tentu saja
semakin masif (pejal) benda, semakin susah untuk bergerak cepat. Ketika
kecepatannya dinaikkan menjadi 99,999 kecepatancahaya, massanya
bertambah 70.000 kali! Muon semakin masif dan semakin cenderung untuk
tidak bergerak. Sehingga dibutuhkan energi yang tak berhingga untuk
melewati kecepatan cahaya; jumlah energi yang tidak mungkin bagi
sesuatupun yang ada di alam semesta ini: KECUALI JUMLAH ENERGI TUHAN.
KESIMPULAN:
Tuhan bukanlah cahaya. Dia adalah CAHAYA MAHA CAHAYA.
Bila partikelcahaya/foton adalah sesuatu di dunia ini yang sudah ada
semenjak alam semesta lahir dan tidak mengenal usia, maka TUHAN adalah DZAT YANG MAHA TIDAK MEMILIKI USIA (UMUR).
Sama seperti foton, meskipun dimensi waktu akan melambat atau mencepat,
dan dimensi ruang akan memanjang atau memendek, sehingga kecepatan
partikel cahaya/foton ini selalu bernilai sama sehingga TUHAN TIDAK MENGENAL TEMPAT JAUH ATAU DEKAT. Bahkan TUHAN LEBIH DEKAT DARI RASA DEKAT. DIA BEBAS DARI BATASAN WAKTU DAN RUANG.
Dengan memakai cara berpikir/logika ILMU FISIKA saja TUHAN sudah bisa dinalar KEBERADAANNYA. Ini tentunya semakin melengkapi dan memperluas kajian agama-agama yang memberi jawaban eksak tentang keberadaan Tuhan.
{ 1 komentar... read them below or add one }
Baguuus,,,, ^^
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini