Menyingkap Kontroversi Terbesar Sejarah Awal Peradaban Manusia
Atlantis City
(theunexplainedmysteries.com)
Kontroversi terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia, tampaknya
kini mulai terungkap. Benua Atlantis seperti disebutkan Plato, Filosof
Yunani, dalam bukunya Timaeus dan Critias sekitar 2500 tahun silam, dari
sudut pandang geologi dan spekulasi ilmiah dewasa ini, sangat mungkin
adalah Sunda Land, yang sekarang kita kenal dengan Indonesia Barat
(Jawa, Sumatera dan Kalimantan) hingga semenanjung Malaysia dan
Thailand.
Benua Atlantis disebut sebagai awal peradaban manusia. Penduduknya
memiliki kebudayaan tinggi dan bangsa superior. Namun benua itu telah
tenggelam selama ribuan tahun karena berbagai bencana alam. Yang
menarik, hingga kini tidak diketahui dengan pasti dimana sebenarnya
letak benua Atlantis itu? Dari sudut pandang geologis, ternyata sangat
mungkin letak Atlantis justru di tataran Sunda....!
Oki Oktariadi, peserta program Doktor Pengembangan Kewilayahan di
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Jawa Barat, belum lama ini
mengungkapkan hasil studi yang menarik mengenai kontroversi misteri
benua yang hilang itu.
”Peradaban Atlantis yang hilang” hingga kini barangkali hanyalah sebuah
mitos mengingat belum ditemukannya bukti-bukti yang kuat tentang
keberadaannya. Mitos itu pertama kali dicetuskan oleh seorang ahli
filsafat terkenal dari Yunani, Plato (427 - 347 SM), dalam bukunya
”Critias dan Timaeus”. Disebutkan oleh Plato bahwa terdapat awal
peradaban yang disebut Benua Atlantis; para penduduknya dianggap sebagai
dewa, makhluk luar angkasa, atau bangsa superior; benua itu kemudian
hilang, tenggelam secara perlahan-lahan karena serangkaian bencana,
termasuk gempa bumi. Namun dari sudut pandang geologi masa kini,
Atlantis itu sangat mungkin adalah Sunda Land.
Plato (topsecretwriters.com)
Selama lebih dari 2000 tahun, Atlantis yang hilang telah menjadi
dongeng. Tetapi sejak abad pertengahan (mid century), kisah Atlantis
menjadi populer di dunia Barat. Banyak ilmuwan Barat secara diam-diam
meyakini kemungkinan keberadaannya. Di antara para ilmuwan itu banyak
yang menganggap bahwa Atlantis terletak di Samudra Atlantis, bahkan ada
yang menganggap Atlantis terletak di Benua Amerika sampai Timur Tengah.
Penelitian pun dilakukan di wilayah-wilayah tersebut. Akan tetapi,
kebanyakan peneliti itu tidak memberikan bukti atau telaah yang cukup.
Sebagian besar dari mereka hanya mengira-ngira.
Hanya beberapa tempat di bumi yang keadaannya memiliki persayaratan
untuk dapat diduga sebagai Atlantis sebagaimana dilukiskan oleh Plato
lebih dari 20 abad yang lalu. Akan tetapi Samudera Atlantik tidak
termasuk wilayah yang memenuhi persyaratan itu. Para peneliti masa kini
malahan menunjuk Sundaland (Indonesia bagian barat hingga ke semenanjung
Malaysia dan Thailand) sebagai Benua Atlantis yang hilang dan merupakan
awal peradaban manusia.
Fenomen Atlantis dan awal peradaban selalu merupakan impian para
peneliti di dunia untuk membuktikan dan menjadikannya penemuan ilmiah
sepanjang masa. Apakah pandangan geologi memberi petunjuk yang kuat
terhadap kemungkinan ditemukannya Atlantis yang hilang itu? Apabila
jawabannya negatif, apakah peluang yang dapat ditangkap dari perdebatan
ada tidaknya Atlantis dan kemungkinan lokasinya di wilayah Indonesia?
Hampir semua tulisan tentang sejarah peradaban menempatkan Asia Tenggara
sebagai kawasan ‘pinggiran’. Kawasan yang kebudayaannya dapat subur
berkembang hanya karena imbas migrasi manusia atau riak-riak difusi
budaya dari pusat-pusat peradaban lain, baik yang berpusat di Mesir,
Cina, maupun India. Pemahaman tersebut mengacu pada teori yang dianut
saat ini yang mengemukakan bahwa pada Jaman Es paling akhir yang dialami
bumi terjadi sekitar 10.000 sampai 8.000 tahun yang lalu mempengaruhi
migrasi spesies manusia.
Jaman Es terakhir ini dikenal dengan nama periode Younger Dryas. Pada
saat ini, manusia telah menyebar ke berbagai penjuru bumi berkat
ditemukannya cara membuat api 12.000 tahun yang lalu. Dalam kurun empat
ribu tahun itu, manusia telah bergerak dari kampung halamannya di padang
rumput Afrika Timur ke utara, menyusuri padang rumput purba yang kini
dikenal sebagai Afrasia.
Padang rumput purba ini membentang dari pegunungan Kenya di selatan,
menyusuri Arabia, dan berakhir di pegunungan Ural di utara. Jaman Es
tidak mempengaruhi mereka karena kebekuan itu hanya terjadi di bagian
paling utara bumi sehingga iklim di daerah tropik-subtropik justru
menjadi sangat nyaman. Adanya api membuat banyak masyarakat manusia
betah berada di padang rumput Afrasia ini. Maka, ketika para ilmuwan
barat berspekulasi tentang keberadaan benua Atlantis yang hilang, mereka
mengasumsikan bahwa lokasinya terdapat di belahan bumi Barat, di
sekitar laut Atlantik, atau paling jauh di sekitar Timur Tengah
sekarang.
Penelitian untuk menemukan sisa Atlantis pun banyak dilakukan di
kawasan-kawasan tersebut. Namun di akhir dasawarsa 1990, kontroversi
tentang letak Atlantis yang hilang mulai muncul berkaitan dengan
pendapat dua orang peneliti, yaitu: Oppenheimer (1999) dan Santos
(2005).
Kontroversi Dan Rekonstruksi Oppenheimer
Kontroversi tentang sumber peradaban dunia muncul sejak diterbitkannya
buku Eden The East (1999) oleh Oppenheimer, Dokter ahli genetic yang
banyak mempelajari sejarah peradaban. Ia berpendapat bahwa Paparan Sunda
(Sundaland) adalah merupakan cikal bakal peradaban kuno atau dalam
bahasa agama sebagai Taman Eden. Istilah ini diserap dari kata dalam
bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut Firdaus yang
diserap dari kata Persia "Pairidaeza" yang arti sebenarnya adalah Taman.
Menurut Oppenheimer, munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai
Indus, dan Cina justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia
Tenggara. Landasan argumennya adalah etnografi, arkeologi, osenografi,
mitologi, analisa DNA, dan linguistik. Ia mengemukakan bahwa di wilayah
Sundaland sudah ada peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur
Tengah 6.000 tahun silam. Suatu ketika datang banjir besar yang
menyebabkan penduduk Sundaland berimigrasi ke barat yaitu ke Asia,
Jepang, serta Pasifik. Mereka adalah leluhur Austronesia.
Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari saat berakhirnya puncak Jaman Es
(Last Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang lalu. Ketika itu, muka
air laut masih sekitar 150 m di bawah muka air laut sekarang.
Kepulauan Indonesia bagian barat masih bergabung dengan benua Asia
menjadi dataran luas yang dikenal sebagai Sundaland. Namun, ketika bumi
memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan mengakibatkan banjir
besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia.
Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada tiga banjir besar
yang terjadi yaitu pada sekitar 14.000, 11.000, dan 8,000 tahun yang
lalu. Banjir besar yang terakhir bahkan menaikkan muka air laut hingga
5-10 meter lebih tinggi dari yang sekarang. Wilayah yang paling parah
dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan pantai Cina Selatan. Sundaland
malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara lain Kalimantan, Jawa,
Bali, dan Sumatera.
Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup padat dihuni manusia
prasejarah yang hidup sebagai petani dan nelayan. Bagi Oppenheimer,
kisah ‘Banjir Nuh’ atau ‘Benua Atlantis yang hilang’ tidak lain adalah
rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini. Di kawasan
Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini juga masih tersebar luas
di antara masyarakat tradisional, namun belum ada yang meneliti
keterkaitan legenda dengan fenomena Taman Eden.
Benua Atlantis Menurut ARYSIO SANTOS
Kontroversi dari Oppenheimer seolah dikuatkan oleh pendapat Arysio
Santos. Profesor asal Brazil ini menegaskan bahwa Atlantis yang hilang
sebagaimana cerita Plato itu adalah wilayah yang sekarang disebut
Indonesia. Pendapat itu muncul setelah ia melakukan penelitian selama 30
tahun yang menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally
Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005).
Santos dalam bukunya tersebut menampilkan 33 perbandingan, seperti luas
wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang
akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Sundaland (Indonesia
bagian Barat).
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis merupakan benua yang
membentang dari bagian selatan India, Sri Langka, dan Indonesia bagian
Barat meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke arah timur.
Wilayah Indonesia bagian barat sekarang sebagai pusatnya. Di wilayah itu
terdapat puluhan gunung berapi aktif dan dikelilingi oleh samudera yang
menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan samudera
Pasifik.
Temple of Poseidon in Atlantis,
The Lost City (bukisa.com)
Argumen Santos tersebut didukung banyak arkeolog Amerika Serikat bahkan
mereka meyakini bahwa benua Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama
Sundaland, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan
Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang
banjir besar seiring berakhirnya zaman es.
Wilayah Sundaland (Indonesia bagian Barat dalam buku Santos (2005)
Menurut Plato, Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan
gunung berapi yang secara bersamaan meletus dan mencairnya Lapisan Es
yang pada masa itu sebagian besar benua masih diliputi oleh
Lapisan-lapisan Es. Maka sebagian benua tersebut tenggelam.
Santos berpendapat bahwa meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara
bersamaan tergambarkan pada wilayah Indonesia (dulu). Letusan gunung api
yang dimaksud di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan,
letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba, dan letusan
gunung Semeru/Mahameru di Jawa Timur. Letusan yang paling dahsyat di
kemudian hari adalah letusan Gunung Tambora di Sumbawa yang memecah
bagian-bagian pulau di Nusa Tenggara dan Gunung Krakatau (Krakatoa) yang
memecah bagian Sumatera dan Jawa membentuk Selat Sunda (Catatan :
tulisan Santos ini perlu diklarifikasi dan untuk sementara dikutip di
sini sebagai apa yang diketahui Santos).
atlantis rings (watch.pair.com)
Berbeda dengan Plato, Santos tidak setuju mengenai lokasi Atlantis yang
dianggap terletak di lautan Atlantik. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi,
bahwa letusan berbagai gunung berapi menyebabkan lapisan es mencair dan
mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal
dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya
sehingga mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar
samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa.
Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara
beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos
menamakannya Heinrich Events. Catatan : pernyataan Santos ini disajikan
seperti apa adanya dan tidak merupakan pendapat penulis.
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos
sependapat yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah
Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia.
Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia,
diantaranya ialah: Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung,
Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari
gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Dalam usaha mengemukakan pendapat, tampak Plato telah melakukan dua
kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar.
Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera
Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian oleh para ahli Amerika
Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan
bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena
ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.”
Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada
kebenaran.” Atlantis memang misterius, dan karenanya menjadi salah satu
tujuan utama arkeologi di dunia. Jika Atlantis ditemukan, maka penemuan
tersebut bisa jadi akan menjadi salah satu penemuan terbesar sepanjang
masa.
Pandangan Geologi
Pendekatan ilmu geologi untuk mengungkap fenomena hilangnya Benua
Atlantis dan awal peradaban kuno, dapat ditinjau dari dua sudut pandang
yaitu pendekatan tektonik lempeng dan kejadian zaman es. Wilayah
Indonesia dihasilkan oleh evolusi dan pemusatan lempeng continental
Eurasia, lempeng lautan Pasifik, dan lempeng Australia Lautan Hindia
(Hamilton, 1979). umumnya disepakati bahwa pengaturan fisiografi
kepulauan Indonesia dikuasai oleh daerah paparan kontinen, letak daerah
Sundaland di barat, daerah paparan Sahul atau Arafura di timur.
Intervensi area meliputi suatu daerah kompleks secara geologi dari busur
kepulauan, dan cekungan laut dalam (van Bemmelen, 1949).
Kedua area paparan memberikan beberapa persamaan dari inti-inti kontinen
yang stabil ke separuh barat dan timur kepulauan. Area paparan Sunda
menunjukkan perkembangan bagian tenggara di bawah permukaan air dari
lempeng kontinen Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaya, hampir
seluruh Sumatra, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut
China Selatan.
Tatanan tektonik Indonesia bagian Barat merupakan bagian dari sistem
kepulauan vulkanik akibat interaksi penyusupan Lempeng Hindia- Australia
di Selatan Indonesia. Interaksi lempeng yang berupa jalur tumbukan
(subduction zone) tersebut memanjang mulai dari kepulauan Tanimbar
sebelah barat Sumatera, Jawa sampai ke kepulauan Nusa Tenggara di
sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya busur gunung api (magmatic
arc).
(atlan.org)
Rekontruksi tektonik lempeng tersebut akhirnya dapat menerangkan
pelbagai gejala geologi dan memahami pendapat Santos, yang meyakini
Wilayah Indonesia memiliki korelasi dengan anggapan Plato yang
menyatakan bahwa tembok Atlantis terbungkus emas, perak, perunggu, timah
dan tembaga, seperti terdapatnya mineral berharga tersebut pada jalur
magmatik di Indonesia. Hingga saat ini, hanya beberapa tempat di dunia
yang merupakan produsen timah utama. Salah satunya disebut Kepulauan
Timah dan Logam, bernama Tashish, Tartessos dan nama lain yang menurut
Santos (2005) tidak lain adalah Indonesia. Jika Plato benar, maka
Atlantis sesungguhnya adalah Indonesia.
Selain menunjukan kekayaan sumberdaya mineral, fenomena tektonik lempeng
tersebut menyebabkan munculnya titik-titik pusat gempa, barisan gunung
api aktif (bagian dari Ring of Fire dunia), dan banyaknya komplek
patahan (sesar) besar, tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan
Indonesia bagian timur. Pemunculan gunung api aktif, titik-titik gempa
bumi dan kompleks patahan yang begitu besar, seperti sesar Semangko
(Great Semangko Fault membujur dari Aceh sampai teluk Semangko di
Lampung) memperlihatkan tingkat kerawanan yang begitu besar.
Menurut Kertapati (2006), karakteristik gempa bumi di daerah Busur Sunda
pada umumnya diikuti tsunami. Para peneliti masa kini terutama Santos
(2005) dan sebagian peneliti Amerika Serikat memiliki keyakinan bahwa
gejala kerawanan bencana geologi wilayah Indonesia adalah sesuai dengan
anggapan Plato yang menyatakan bahwa Benua Atlantis telah hilang akibat
letusan gunung berapi yang bersamaan.
atlantis-indonesia map
(ahmadsamanto.wordpress.com)
Pendekatan lain akan keberadaan Benua Atlantis dan awal peradaban
manusia (hancurnya Taman Eden) adalah kejadian Zaman Es. Pada zaman Es
suhu atau iklim bumi turun dahsyat dan menyebabkan peningkatan
pembentukan es di kutub dan gletser gunung. Secara geologis, Zaman Es
sering digunakan untuk merujuk kepada waktu lapisan Es di belahan bumi
utara dan selatan; dengan definisi ini kita masih dalam Zaman Es. Secara
awam untuk waktu 4 juta tahun ke belakang, definisi Zaman Es digunakan
untuk merujuk kepada waktu yang lebih dingin dengan tutupan Es yang luas
di seluruh benua Amerika Utara dan Eropa.
Penyebab terjadinya Zaman Es antara lain adalah terjadinya proses
pendinginan aerosol yang sering menimpa planet bumi. Dampak ikutan dari
peristiwa Zaman Es adalah penurunan muka laut. Letusan gunung api dapat
menerangkan berakhirnya Zaman Es pada skala kecil dan teori kepunahan
Dinosaurus dapat menerangkan akhir Zaman Es pada skala besar.
Dari sudut pandang di atas, Zaman Es terakhir dimulai sekitar 20.000
tahun yang lalu dan berakhir kira-kira 10.000 tahun lalu atau pada awal
kala Holocene (akhir Pleistocene). Proses pelelehan Es di zaman ini
berlangsung relatif lama dan beberapa ahli membuktikan proses ini
berakhir sekitar 6.000 tahun yang lalu.
Pada Zaman Es, pemukaan air laut jauh lebih rendah daripada sekarang,
karena banyak air yang tersedot karena membeku di daerah kutub. Kala itu
Laut China Selatan kering, sehingga kepulauan Nusantara barat tergabung
dengan daratan Asia Tenggara.
Sementara itu pulau Papua juga tergabung dengan benua Australia. Ketika
terjadi peristiwa pelelehan Es tersebut maka terjadi penenggelaman
daratan yang luas. Oleh karena itu gelombang migrasi manusia dari/ke
Nusantara mulai terjadi. Walaupun belum ditemukan situs pemukiman purba,
sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal manusia purba
Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju lokasi
berikutnya (Hantoro, 2001).
Tempat-tempat itu dapat dianggap sebagai awal pemukiman pantai di
Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang mencapai puncaknya pada
zaman Holosen 6.000 tahun dengan kondisi muka laut 3 m lebih tinggi
dari muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga bergeser ke tempat
yang lebih tinggi masuk ke hulu sungai.
taman Eden
(webber-scream.blogspot.com)
Berkembangnya budaya manusia, pola berpindah, berburu dan meramu (hasil)
hutan lambat laun berubah menjadi penetap, beternak dan berladang serta
menyimpan dan bertukar hasil dengan kelompok lain. Kemampuan berlayar
dan menguasai navigasi samudera yang sudah lebih baik, memungkinkan
beberapa suku bangsa Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke
Afrika dengan memanfaatkan pengetahuan cuaca dan astronomi. Dengan
kondisi tersebut tidak berlebihan Oppenheimer beranggapan bahwa Taman
Eden berada di wilayah Sundaland.
Taman Eden hancur akibat air bah yang memporak-porandakan dan mengubur
sebagian besar hutan-hutan maupun taman-taman sebelumnya. Bahkan
sebagian besar dari permukaan bumi ini telah tenggelam dan berada
dibawah permukaan laut, Jadi pendapat Oppenheimer memiliki kemiripan
dengan akhir Zaman Es yang menenggelamkan sebagian daratan Sundaland.
Home » Artikel Misteri » SUNDA LAND Menjawab Misteri Benua Atlantis Yang Hilang
SUNDA LAND Menjawab Misteri Benua Atlantis Yang Hilang
Diposting oleh Unknown on Kamis, 06 September 2012
Label:
Artikel Misteri
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini