Timur
Angin dan Anton Ismael; siapa tidak kenal dengan fotografer andal
Indonesia ini? Sebagai fotografer profesional dengan segudang aktivitas,
keduanya memerlukan aplikasi foto mobile untuk memudahkan mereka bekerja.
“Kalau foto mobile yang dimaksud memotret dengan menggunakan selain kamera SLR, saya suka smartphone Nokia N9. Di atas itu saya suka kamera mikro ¾ Samsung NS10,” kata Timur Angin.
Alasannya, lanjut Timur, megapikselnya cukup besar. “Selain itu, saya bisa melawan musuh utama street fotografer di Indonesia yaitu satpam. Seringkali saya harus ambil foto orang tapi background-nya harus diambil dari foto lain,” katanya. Sementara kalau harus membawa kamera besar tentu sangat kerepotan, karena belum tentu dapat izin memotret.
“Jadi harus colong-colongan pakai kamera kecil. Saya selalu mengaitkan kegiatan memotret dengan kerjaan, bukan gaya-gayaan,” jelasnya.
Anton Ismael juga demikian. Dia selalu memilih jenis kamera berdasarkan kebutuhannya apakah untuk keperluan jalan-jalan, memotret model atau iklan. “Kalau bicara foto mobile, kemungkinan besar buat travelling. Maka saya lebih memilih kamera saku,” kata Anton.
Ia menggunakan kamera merk Canon, termasuk untuk kamera saku. Alasannya supaya pas dengan sistem yang dimiliki. “Kenapa saya memilih kamera saku, karena sehari-hari saya bekerja menggunakan kamera besar. Kalau bepergian masih bawa kamera besar juga, perasaannya kayak kerja saja, nggak asyiklah,” jelasnya.
Sebelum memilih kamera saku, ia pernah menggunakan kamera di smartphone. Namun ketika akan mencetak hasil jepretan, repot juga. “Hasilnya tidak bisa dicetak besar dan masih banyak kekurangan di sana-sini. Intinya saya gunakan kamera saku karena saya butuh file yang besar, sedangkan sampai saat ini belum ada kamera ponsel yang bisa menyamai kamera saku,” jelasnya.
Untuk spesifikasinya, bagi Anton, paling penting ada setting manualnya. “Supaya saya bisa mengatur speed dan diafragma yang sesuai dengan kebutuhan saya sendiri, minimal 12 atau 14 megapiksel,” tandas Anton.
Dalam mengedit hasil foto, Timur Angin belum pernah menggunakan aplikasi-aplikasi khusus pengolah gambar di smartphone. “Cuma sekadar tahu saja, karena buat saya fasilitas seperti itu hanya untuk main-main saja. Tapi mungkin bagi orang-orang yang senang fotografi dan tidak berprofesi sebagai fotografer, pasti senang banget,” kata alumnus Institut Kesenian Jakarta ini. Baginya, aplikasi tersebut hanya bisa mengubah foto menjadi bagus tapi tidak bisa dinilai sebagai karya fotografi karena sifatnya instan.
Serupa, Anton Ismael mengaku tak menggunakan aplikasi sejenis, seperti Fhotoroom dan Dark Viewer (Windows Marketplace) atau Camera+ dan Camera 360 (Google Play dan Apple Appstore). “Terus terang, saya sama sekali tidak pernah menggunakan fasilitas-fasilitas kayak begitu. Karena sampai sekarang saya belum menemukan sebuah program yang bisa memfasilitasi kebutuhan yang saya inginkan. Sampai sekarang saya kurang suka dengan yang seperti itu dan lebih nyaman dengan Adobe Photoshop,” tandasnya.
Anton berharap, pada masa mendatang fasilitas fotografi yang ada di smartphone dan sejenisnya memiliki fasilitas setting manual, minimal bisa mengeset sendiri diafragma dan speed-nya, bisa menampung file besar dan megapikselnya juga harus besar.
Sedang Timur Angin ingin teknologi ke depan menghasilkan kamera semakin kecil lagi. “Saya juga ingin memotret dengan kamera profesional, dan bisa menelepon sambil internetan menggunakan kamera profesional itu,” tandasnya. (Iwan S.)
“Kalau foto mobile yang dimaksud memotret dengan menggunakan selain kamera SLR, saya suka smartphone Nokia N9. Di atas itu saya suka kamera mikro ¾ Samsung NS10,” kata Timur Angin.
Alasannya, lanjut Timur, megapikselnya cukup besar. “Selain itu, saya bisa melawan musuh utama street fotografer di Indonesia yaitu satpam. Seringkali saya harus ambil foto orang tapi background-nya harus diambil dari foto lain,” katanya. Sementara kalau harus membawa kamera besar tentu sangat kerepotan, karena belum tentu dapat izin memotret.
“Jadi harus colong-colongan pakai kamera kecil. Saya selalu mengaitkan kegiatan memotret dengan kerjaan, bukan gaya-gayaan,” jelasnya.
Anton Ismael juga demikian. Dia selalu memilih jenis kamera berdasarkan kebutuhannya apakah untuk keperluan jalan-jalan, memotret model atau iklan. “Kalau bicara foto mobile, kemungkinan besar buat travelling. Maka saya lebih memilih kamera saku,” kata Anton.
Ia menggunakan kamera merk Canon, termasuk untuk kamera saku. Alasannya supaya pas dengan sistem yang dimiliki. “Kenapa saya memilih kamera saku, karena sehari-hari saya bekerja menggunakan kamera besar. Kalau bepergian masih bawa kamera besar juga, perasaannya kayak kerja saja, nggak asyiklah,” jelasnya.
Sebelum memilih kamera saku, ia pernah menggunakan kamera di smartphone. Namun ketika akan mencetak hasil jepretan, repot juga. “Hasilnya tidak bisa dicetak besar dan masih banyak kekurangan di sana-sini. Intinya saya gunakan kamera saku karena saya butuh file yang besar, sedangkan sampai saat ini belum ada kamera ponsel yang bisa menyamai kamera saku,” jelasnya.
Untuk spesifikasinya, bagi Anton, paling penting ada setting manualnya. “Supaya saya bisa mengatur speed dan diafragma yang sesuai dengan kebutuhan saya sendiri, minimal 12 atau 14 megapiksel,” tandas Anton.
Dalam mengedit hasil foto, Timur Angin belum pernah menggunakan aplikasi-aplikasi khusus pengolah gambar di smartphone. “Cuma sekadar tahu saja, karena buat saya fasilitas seperti itu hanya untuk main-main saja. Tapi mungkin bagi orang-orang yang senang fotografi dan tidak berprofesi sebagai fotografer, pasti senang banget,” kata alumnus Institut Kesenian Jakarta ini. Baginya, aplikasi tersebut hanya bisa mengubah foto menjadi bagus tapi tidak bisa dinilai sebagai karya fotografi karena sifatnya instan.
Serupa, Anton Ismael mengaku tak menggunakan aplikasi sejenis, seperti Fhotoroom dan Dark Viewer (Windows Marketplace) atau Camera+ dan Camera 360 (Google Play dan Apple Appstore). “Terus terang, saya sama sekali tidak pernah menggunakan fasilitas-fasilitas kayak begitu. Karena sampai sekarang saya belum menemukan sebuah program yang bisa memfasilitasi kebutuhan yang saya inginkan. Sampai sekarang saya kurang suka dengan yang seperti itu dan lebih nyaman dengan Adobe Photoshop,” tandasnya.
Anton berharap, pada masa mendatang fasilitas fotografi yang ada di smartphone dan sejenisnya memiliki fasilitas setting manual, minimal bisa mengeset sendiri diafragma dan speed-nya, bisa menampung file besar dan megapikselnya juga harus besar.
Sedang Timur Angin ingin teknologi ke depan menghasilkan kamera semakin kecil lagi. “Saya juga ingin memotret dengan kamera profesional, dan bisa menelepon sambil internetan menggunakan kamera profesional itu,” tandasnya. (Iwan S.)
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini