Sejak
semalam sampai siang ini saya masih merasakan belasungkawa atas
berpulangnya ibunda dan mertua tercinta dari dua adik saya ke
Rakhmatullah. Sesuatu yang pasti, apalagi mengingat usia beliau yang
telah mencapai 86 tahun. Kepulangan yang disaksikan oleh putra-putrinya
sebagai sebuah peristiwa yang tenang dan damai.
Innalilahi wa innailaihi rojiun.
Innalilahi wa innailaihi rojiun.
Semalam,
dalam keheningan di rumah duka saya sempat berbisik-bisik dengan salah
seorang abang saya (sekali lagi) perihal kematian. Sesuatu yang oleh
kebanyakan orang (mungkin) masih dianggap sebagai sesuatu yang penuh
rahasia, padahal sesungguhnya tidak.
Dari
pembicaraan ini saya teringat pada kiriman tulisan dari seorang sahabat
yang masih saya simpan baik-baik sejak lebih dari 7 tahun lalu. Dan
tanpa bermaksud untuk menggurui siapapun - kecuali sekedar berbagi -
berikut ini adalah tulisan dimaksud.
Semoga bermanfaat!
Dalam sebuah hadis dari Aisyah r.a, "Aku sedang duduk bersila di dalam rumah saat Rasulullah S.A.W pulang dan masuk ke dalam rumah sambil memberi salam kepadaku. Aku segera bangkit demi menghormati dan memuliakannya sebagaimana kebiasaanku setiap kali baginda masuk ke dalam rumah.
Dalam sebuah hadis dari Aisyah r.a, "Aku sedang duduk bersila di dalam rumah saat Rasulullah S.A.W pulang dan masuk ke dalam rumah sambil memberi salam kepadaku. Aku segera bangkit demi menghormati dan memuliakannya sebagaimana kebiasaanku setiap kali baginda masuk ke dalam rumah.
Rasulullah S.A.W berkata, "Tetaplah duduk di sana, tidak usah berdiri, wahai Ummul Mukminin." Lalu baginda menghampiriku sambil meletakkan kepalanya di pangkuanku, kemudian berbaring dan tak lama kemudian tertidur.
Saat baginda tidur, perlahan aku mencabuti uban janggutnya dan berhasil mendapatkan 19 helai rambut yang sudah memutih. Maka terfikir olehku, "Sesungguhnya baginda akan meninggalkan dunia ini sebelum aku dan ada satu kelompok umat yang akan ditinggalkan oleh Nabinya." Maka aku pun menangis sehingga air mataku jatuh menetes di wajah baginda.
Baginda terbangun dari tidurnya seraya bertanya, "Mengapa engkau menangis wahai Ummul Mukminin?" Maka kusampaikan padanya apa yang baru kupikirkan tadi. Mendengar itu Rasulullah S.A.W bertanya, "Tahukah engkau keadaan bagaimanakah yang hebat bagi mayit?" Aku menggeleng dan berkata, "Tunjukkan padaku, wahai Rasulullah!"
Rasulullah S.A.W berkata, "Coba engkau ceritakan." Aku menjawab, "Tidak ada keadaan lebih hebat bagi mayit ketika ia keluar dari rumahnya di mana semua anak-anaknya bersedih hati di belakangnya. Mereka berkata, "Aduhai ayah, aduhai ibu! Sementara mayit Ayah atau Ibunya pun berkata, "Duhai anak-anakku!"
Rasulullah S.A.W berkata lagi: "Itu juga termasuk hebat. Tapi, adakah lagi yang lebih hebat daripada itu?" Aku menjawab, "Tidak ada hal yang lebih hebat daripada mayit ketika ia diletakkan ke dalam liang lahat kemudian di atasnya ditimbuni tanah. Semua kaum kerabat kembali ke kediamannya masing-masing. Begitu pula dengan anak-anak dan para kekasihnya. Semuanya kembali. Mereka menyerahkannya kepada Allah berikut segala amal perbuatannya."
Rasulullah S.A.W bertanya lagi, "Adakah lagi yang lebih hebat daripada itu?" Jawabku, "Hanya Allah dan RasulNya saja yang lebih tahu."
Maka Rasulullah S.A.W, bersabda: "Wahai Aisyah, sesungguhnya sehebat-hebat keadaan mayit ialah ketika orang yang akan memandikan masuk ke rumah untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. Bagi para pemimpin dan fuqaha juga sama, melepaskan sorban dari kepalanya. Kala itu ruhnya menyeru - ketika ia melihat mayit dalam keadaan telanjang - dengan suara yang dapat didengar oleh seluruh makhluk hidup kecuali jin dan manusia. Berkatalah ruh itu, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu demi Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab di saat ini aku sedang berisitirahat dari dahsyatnya rasa sakit sakaratul maut." Dan apabila air disiramkan ke tubuhnya maka ia berkata, "Wahai orang yang memandikan ruh Allah, janganlah engkau menyiramkan air dalam keadaan panas dan jangan pula dalam keadaan dingin karena tubuhku baru terbakar oleh lepasnya ruh."
Dan saat mereka memandikan mayit, maka berkata pula ruh itu, "Demi Allah, wahai orang yang memandikan, janganlah engkau gosok tubuhku kuat-kuat sebab sekujur tubuhku penuh luka dari keluarnya ruh."
Bila telah selesai dimandikan dan diletakkan di atas kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka mayit menyeru, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau tutupi wajahku saat mengafani kepalaku agar aku dapat melihat wajah anak-anakku, keluarga, dan semua kerabatku. Ini adalah kali terakhir aku melihat mereka. Pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan pernah berjumpa lagi dengan mereka hingga hari kiamat."
Ketika mayit dikeluarkan dari rumah, maka ia berseru, "Demi Allah, wahai jemaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda (atau sebaliknya), maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim (atau piatu), janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak akan kembali untuk selama-lamanya."
Saat mayit diletakkan di dalam keranda, maka ia berkata lagi, "Demi Allah, wahai jemaahku, janganlah kalian bergegas membawaku sehingga aku masih dapat mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini ialah hari perpisahanku dengan mereka sehingga tiba hari kiamat nanti ...."
* Disadur dari tulisan seorang sahabat di tanah rantau, Fajar Ibrahim.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini