“Politik merupakan sebuah bisnis yang kotor,” ungkap seorang pejabat Cina, dalam novel “The Civil Servant’s Notebook” yang ditulis oleh Wang Xiaofang. “Anda selalu membutuhkan sebuah pisau untuk berjaga-jaga, bahkan untuk atasan Anda.”
Mengungkap sisi gelap birokrasi di China, Wang menggambarkan sebuah dunia intrik saat prinsip para pejabat mulai meluntur dalam perebutan untuk mendapatkan kekuatan politik.
Itu adalah dunia yang sangat akrab dengan Wang, memulai kariernya sebagai pegawai negeri dan melesat melewati tingkatan pejabat birokrasi hingga menjadi sekretaris pribadi dari wakil walikota di salah satu kota terbesar di China.
Namun kemudian skandal pun merebak, dan atasan Wang — Ma Xiangdong, yang merupakan wakil walikota Shenyang — dijatuhi hukuman mati pada 2001 karena kasus berjudi dengan dana yang digelapkan senilai AS$3,6juta (atau setara Rp34,50 miliar) di kasino Makau.
Pejabat
lain pun terlibat dalam skandal tersebut. Wang akhirnya dinyatakan
tidak bersalah atas kesalahan apa pun, kemudian mengundurkan diri dan
mulai menulis. “Itu adalah pengalaman yang sangat mengguncang dalam
hidup saya,” ujar Wang dalam sebuah wawancara pekan lalu di Hong Kong
International Literary Festival.
“Setelah itu, saya tidak ingin mengulangi kehidupan yang sama. Saya tidak ingin menjadi penyebar ajaran baik. Saya menyadari bahwa dengan mampu menjadi diri sendiri merupakan kesuksesan yang sejati,” ujarnya.
Sejak saat itu, Wang (49) memublikasikan 13 novel yang menceritakan soal korupsi dan politik di Cina, dan berhasil terjual jutaan kopi.
“The Civil Servant’s Notebook” merupakan novel pertamanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Novel ini dirilis pada September, bersamaan dengan perhatian dunia yang tertuju pada skandal politik terbesar di Cina dalam beberapa dekade, sebelum pergantian kepemimpinan yang sangat penting pada November.
Novel itu menggambarkan rumor, skandal dan dalih saat para kandidat berjuang untuk menggantikan walikota yang jatuh dengan kuat menggemakan kejatuhan Bo Xilai, seorang mantan politisi yang bersinar, yang Cina katakan akan “dibawa ke pengadilan” atas kejahatan yang dilakukannya.
Dengan tuduhan melakukan korupsi dan detail lain yang mengerikan, skandal Bo Xilai — yang membuat istri Bo didakwa melakukan pembunuhan — telah menyebabkan perpecahan di dalam partai yang tertutup itu sebelum terbentuknya sebuah elite kekuatan baru, seperti yang dikatakan para analis.
Wang membandingkannya dengan sebuah momen dalam novelnya, saat seorang karakter menyadari hanya beberapa saat sebelum ia dihukum mati bahwa ia merupakan “tumbal” untuk sebuah sistem yang berusaha untuk melengserkannya.
“Bo Xilai telah jatuh, namun ada banyak yang ingin mengambil alih posisinya,” kata Wang. “Jika seorang tumbang, ada seribu orang akan menginginkan posisinya.”
Wang cenderung ingin menunjukkan pandangan simpatik dari para pejabat yang terjerat oleh sistem jahat dalam pekerjaan mereka. “Sistem jahat tersebut adalah yang membentuk para pejabat sejak awal,” katanya.
“Setelah itu, saya tidak ingin mengulangi kehidupan yang sama. Saya tidak ingin menjadi penyebar ajaran baik. Saya menyadari bahwa dengan mampu menjadi diri sendiri merupakan kesuksesan yang sejati,” ujarnya.
Sejak saat itu, Wang (49) memublikasikan 13 novel yang menceritakan soal korupsi dan politik di Cina, dan berhasil terjual jutaan kopi.
“The Civil Servant’s Notebook” merupakan novel pertamanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Novel ini dirilis pada September, bersamaan dengan perhatian dunia yang tertuju pada skandal politik terbesar di Cina dalam beberapa dekade, sebelum pergantian kepemimpinan yang sangat penting pada November.
Novel itu menggambarkan rumor, skandal dan dalih saat para kandidat berjuang untuk menggantikan walikota yang jatuh dengan kuat menggemakan kejatuhan Bo Xilai, seorang mantan politisi yang bersinar, yang Cina katakan akan “dibawa ke pengadilan” atas kejahatan yang dilakukannya.
Dengan tuduhan melakukan korupsi dan detail lain yang mengerikan, skandal Bo Xilai — yang membuat istri Bo didakwa melakukan pembunuhan — telah menyebabkan perpecahan di dalam partai yang tertutup itu sebelum terbentuknya sebuah elite kekuatan baru, seperti yang dikatakan para analis.
Wang membandingkannya dengan sebuah momen dalam novelnya, saat seorang karakter menyadari hanya beberapa saat sebelum ia dihukum mati bahwa ia merupakan “tumbal” untuk sebuah sistem yang berusaha untuk melengserkannya.
“Bo Xilai telah jatuh, namun ada banyak yang ingin mengambil alih posisinya,” kata Wang. “Jika seorang tumbang, ada seribu orang akan menginginkan posisinya.”
Wang cenderung ingin menunjukkan pandangan simpatik dari para pejabat yang terjerat oleh sistem jahat dalam pekerjaan mereka. “Sistem jahat tersebut adalah yang membentuk para pejabat sejak awal,” katanya.
“Jika ada sebuah sistem yang baik, maka orang-orang yang sama itu tidak akan terjerat oleh kasus korupsi.”
Wang mengatakan, kaisar pertama Qin Shi Huang berkuasa lebih dari 2000 tahun yang lalu menggunakan cara kekerasan untuk mengekang kebebasan berpikir. Dampaknya masih terasa hingga kini.
Dalam novel tersebut, ia memakai seorang pejabat yang menghabiskan hidupnya untuk meminum air kencing sendiri sebagai sebuah simbol “kejahatan yang sudah berusia ribuan tahun ini.”
“Bagi orang Cina, obsesi akan kekuasaan telah mendarah daging. Satu-satunya cara bagi Cina untuk memperbaiki sistem politik adalah dengan memilih proses yang demokratis dan berdasarkan undang-undang — begitulah cara dunia berkembang.”
Wang mengatakan bahwa dari 11 dari 13 novelnya mengkritik sistem pejabat negara. Ia menikmati pujian tentang karya dan metode penulisannya namun menolak label absurd yang diberikan oleh beberapa orang.
“Saat buku ini pertama kali dipublikasikan di Cina pada 2009, media menyebut bahwa saya telah memutarbalikkan dan memperburuk citra pegawai negeri, sehingga saya dicap menggunakan metode penulisan yang absurd. Namun apa yang saya tulis di sini jelas berdasarkan dari kisah nyata,” ujarnya.
Beberapa pihak yang lain menyebut bahwa buku Wang merupakan pedoman untuk memajukan jajaran pejabat, dengan menyebutnya sebagai raja dari genre “pejabat negara”. Novel “The Civil Servant’s Notebook” juga memasukkan kutipan persetujuan dari perdana menteri Wen Jiabao.
“Itulah satu-satunya cara saya bisa melindungi diri,” kata Wang sambil tertawa. “Namun fiksi tentang pejabat negara tidak berkontribusi pada seni ataupun sastra,” ucapnya.
“Aku sangat curiga dengan para penulis yang tidak bisa berbicara soal kejahatan yang mengelilingi mereka. Masalah terbesar dengan sastra Cina saat ini adalah bahwa semuanya sama — semua orang hanya meniru yang lain. Saya telah membuat suatu gaya baru dan itulah kontribusi saya.”
Kunjungan Wang ke Hong Kong berlangsung sebelum penganugerahan Nobel dalam bidang sastra kepada penulis Cina, Mo Yan, pada Kamis. Penganugerahan tersebut membuat para akademisi dan pembangkang menuduh sang penulis — yang terkenal sering menggali kebrutalan Cina pada abad ke-20 yang rusuh — sebagai seorang antek dari para birokrat.
Wang mengatakan bahwa ia memiliki empat buah buku lagi yang sedang dipersiapkan, namun situasi politik saat ini “masih terlalu sensitif” bagi penerbitan buku itu.
Salah satu dari buku itu, berjudul “Oil Painting”, menceritakan tentang korban dari sebuah ketidakadilan yang pergi ke Beijing untuk menuntut keadilan namun kemudian hilang.
“Barangkali itu adalah jalan Tuhan bahwa seseorang dengan kemampuan menulis ditenggelamkan dalam dunia yang penuh dengan kekuasaan dan korupsi,” ujar Wang.
“Untuk mencuri rahasia dari dunia yang penuh rahasia ini dan membongkarnya dengan bentuk karya tulis.”
Wang mengatakan, kaisar pertama Qin Shi Huang berkuasa lebih dari 2000 tahun yang lalu menggunakan cara kekerasan untuk mengekang kebebasan berpikir. Dampaknya masih terasa hingga kini.
Dalam novel tersebut, ia memakai seorang pejabat yang menghabiskan hidupnya untuk meminum air kencing sendiri sebagai sebuah simbol “kejahatan yang sudah berusia ribuan tahun ini.”
“Bagi orang Cina, obsesi akan kekuasaan telah mendarah daging. Satu-satunya cara bagi Cina untuk memperbaiki sistem politik adalah dengan memilih proses yang demokratis dan berdasarkan undang-undang — begitulah cara dunia berkembang.”
Wang mengatakan bahwa dari 11 dari 13 novelnya mengkritik sistem pejabat negara. Ia menikmati pujian tentang karya dan metode penulisannya namun menolak label absurd yang diberikan oleh beberapa orang.
“Saat buku ini pertama kali dipublikasikan di Cina pada 2009, media menyebut bahwa saya telah memutarbalikkan dan memperburuk citra pegawai negeri, sehingga saya dicap menggunakan metode penulisan yang absurd. Namun apa yang saya tulis di sini jelas berdasarkan dari kisah nyata,” ujarnya.
Beberapa pihak yang lain menyebut bahwa buku Wang merupakan pedoman untuk memajukan jajaran pejabat, dengan menyebutnya sebagai raja dari genre “pejabat negara”. Novel “The Civil Servant’s Notebook” juga memasukkan kutipan persetujuan dari perdana menteri Wen Jiabao.
“Itulah satu-satunya cara saya bisa melindungi diri,” kata Wang sambil tertawa. “Namun fiksi tentang pejabat negara tidak berkontribusi pada seni ataupun sastra,” ucapnya.
“Aku sangat curiga dengan para penulis yang tidak bisa berbicara soal kejahatan yang mengelilingi mereka. Masalah terbesar dengan sastra Cina saat ini adalah bahwa semuanya sama — semua orang hanya meniru yang lain. Saya telah membuat suatu gaya baru dan itulah kontribusi saya.”
Kunjungan Wang ke Hong Kong berlangsung sebelum penganugerahan Nobel dalam bidang sastra kepada penulis Cina, Mo Yan, pada Kamis. Penganugerahan tersebut membuat para akademisi dan pembangkang menuduh sang penulis — yang terkenal sering menggali kebrutalan Cina pada abad ke-20 yang rusuh — sebagai seorang antek dari para birokrat.
Wang mengatakan bahwa ia memiliki empat buah buku lagi yang sedang dipersiapkan, namun situasi politik saat ini “masih terlalu sensitif” bagi penerbitan buku itu.
Salah satu dari buku itu, berjudul “Oil Painting”, menceritakan tentang korban dari sebuah ketidakadilan yang pergi ke Beijing untuk menuntut keadilan namun kemudian hilang.
“Barangkali itu adalah jalan Tuhan bahwa seseorang dengan kemampuan menulis ditenggelamkan dalam dunia yang penuh dengan kekuasaan dan korupsi,” ujar Wang.
“Untuk mencuri rahasia dari dunia yang penuh rahasia ini dan membongkarnya dengan bentuk karya tulis.”
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini