Kisah Tauladan dari Umar bin Khattab ini diambil dari buku 30 kisah teladan yang
ditulis K.H Abdurrahman Arroisi. Umar bin Khattab adalah Orang yang
gagah berani, seorang pemimpin yang adil dan tegas. Umar bin
Khattab disegani oleh anak buahnya di takuti oleh semua lawan-lawannya.
Sejak diangkat menjadi gubernur Mesir
oleh Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash menempati sebuah istana
megah yang di depannya terhampar sebidang tanah
kosong berawa-rawa, dan diatasnya hanya terdapat gubuk reyot yang
hampir roboh. Selaku gubernur, ia menginginkan agar di atas tanah
tersebut, didirikan sebuah masjid yang indah dan mewah agar seimbang
dengan istananya. Apalagi Amr bin Ash tahu bahwa tanah dan gubuk itu
ternyata milik seorang yahudi. Maka yahudi tua pemilik tanah itu
dipanggil menghadap istana untuk merundingkan rencana Gubernur Amr bin
Ash.
“Hei Yahudi, berapa harga jual tanah milikmu sekalian gubuknya? Aku hendak membangun masjid di atasnya.”
Yahudi itu menggelengkan kepalanya, “Tidak akan saya jual, Tuan.”
“Kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” tanya Gubernur menawarkan keuntungan yang besar.
“Tetap tidak akan saya jual” jawab si Yahudi.
“Akan kubayar lima kali lipat dibanding harga yang umum!” desak Gubernur.
Yahudi itu mempertegas jawabannya, “Tidak.”
Maka sepeninggal kakek beragama Yahudi
itu, Amr bin Ash memutuskan melalui surat untuk membongkar gubuk
reyotnya dan mendirikan masjid besar di atas tanahnya dengan alasan
kepentingan bersama dan memperindah pemandangan mata. Yahudi pemilik
tanah dan gubuk tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa.
Ia cuma mampu menangis dalam hati. Namun ia tidak putus asa
memperjuangkan haknya. Ia bertekad hendak mengadukan perbuatan gubernur
tersebut kepada atasannya di Madinah, yaitu Khalifah Umar bin Khattab.
Sungguh ia tak menyangka, Khalifah Umar
bin Khattab yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang
mewah. Ia bahkan diterima Khalifah Umar bin Khattab di halaman masjid
Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.
“Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh
kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar bin Khattab. Walaupun Yahudi
tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah Umar bin Khattab, tetapi
kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk
sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak
kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil,
sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya
masjid megah diatas tanah miliknya.
Umar bin Khattab mendadak merah padam
mukanya. Dengan murka ia berkata, “Perbuatan Amr bin Ash sudah
keterlaluan.” Sesudah agak reda emosinya, Umar bin Khattab lantas
menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah
yang treronggok di dekatnya. Yahudi itu ragu melakukan perintah
tersebut. Apakah ia salah dengar? Oleh sang Khalifah Umar bin Khattab,
tulang itu digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang
di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu
diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, “Tuan. Bawalah tulang ini
baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash.”
Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia
datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada
kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk
yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar bin
Khattab tidak waras?
“Maaf, Tuan Khalifah Umar bin Khattab.”
ucapnya tidak puas, “Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan
keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga.
Bukankah ini penghinaan atas diri saya?”
Umar bin Khattab tidak marah. Ia
meyakinkan dengan penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk
itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan.”
Maka, walaupun sambil mendongkol dan
mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju
tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau
busuk. Anehnya, begitu tulang yang tak bernilai tersebut diterima oleh
gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash menggigil
dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat. Seketika itupula ia
memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru
siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta
menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut.
Anak buah Amr bin Ash sudah berkumpul
seluruhnya. Masjid yang telah memakan dana besar itu hendak dihancurkan.
Tiba-tiba kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin Ash dengan
buru-buru.
“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin
Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat. Dengan masih
terengah-engah, Yahudi itu berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu
masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa
penasaran saya.”
“Perkara yang mana?” tanya gubernur tidak mengerti.
“Apa sebabnya Tuan begitu ketakutan dan
menyuruh untuk merobohkan masjid yang dibangun dengan biaya raksasa,
hanya lantaran menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar bin
Khattab ?”
Gubernur Amr bin Ash berkata
pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa,
malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu
menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf
alif yang dipalang di tengah-tengahnya.”
“Maksudnya?” tanya si kakek makin keheranan.
“Tulang itu berisi ancaman Khalifah Umar
bin Khattab: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang,
betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti
akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah
kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab,
jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, kutebas
batang lehermu.”
Yahudi itu menunduk terharu. Ia kagum
atas sikap khalifah Umar bin Khattab yang tegas dan sikap gubernur yang
patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda yang
rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati di
tangan para penguasa yang beriman. Maka yahudi itu kemudian menyerahkan
tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia langsung
menyatakan masuk Islam. Karena kebijakan Kalifah Umar bin
Khattab seorang yahudi menjadi seorang muslim
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini