HARTA
karun peninggalan mantan presiden Soekarno selama ini masih misteri,
bahkan tak sedikit yang meragukannya. Kasus kegagalan pencarian harta
peniggalan Prabu Siliwangi di Istana Batutulis beberapa waktu lalu,
sepertinya memupus harapan orang untuk memercayai hal-hal yang sulit
dibuktikan kebenarannya.
Namun
lelaki yang menyebut diri satria piningit bernama Soenuso Goroyo
Soekarno mengaku dapat mengangkat peninggalan Presiden Pertama RI itu.
Bentuknya berupa ratusan keping emas lantakan, platinum, sertifikat
deposito obligasi garansi, dan lain-lain. ”Ini baru sampel dan silakan
mengecek kebenarannya. Jika bohong, saya siap digantung,” katanya, Jumat
kemarin, kepada pers.
Mantan
anggota TNI yang dahulu bernama Suwito itu sengaja mengundang wartawan
di rumahnya, Perumahan Cileungsi Hijau, daerah perbatasan Bogor-Bekasi,
untuk menyaksikan temuannya. Di rumahnya yang cukup megah disiapkan
hidangan layaknya orang hajatan. Maklum, Goroyo, begitu dia biasa
disapa, juga mengundang Pangdam Jaya, Kapolda, dan anggota Muspida.
Tetapi dari mereka, tak ada pejabat datang.
Kepada
tamunya, suami RA Lastika ini memperlihatkan peti besar berisi ratusan
keping emas lantakan, masing-masing beratnya 8 ons bergambar Soekarno
dan di baliknya ada gambar padi dan kapas. Pada satu sisinya ada tulisan
80 24K 9999. Sementara itu emas putih (platinum) juga berbentuk
lantakan berlogo tapal kuda putih bertulisan JM Mathey London. Logam itu
dibungkus emas dan bersertifikat emas pula.
Meskipun
bersertifikat dan diyakini keasliannya, pada kesempatan itu tidak
dihadirkan orang yang mengetahui emas atau pakar yang bisa memastikan
asli atau tidak harta benda tersebut.
Memberi Kuasa
Peninggalan
lain berupa sertifikat deposito bertanggal 16 Agustus 1945 yang
dikeluarkan oleh BPUPKI yang menyebut sejumlah harta yang disimpan di
suatu tempat.Adapula sertifikat berbahasa Inggris yang juga disegel dan
ditulis di atas lembar kuningan. Sertifikat itu ada yang bertuliskan
”Hibah Substitusi” yang dipercayakan kepada R Edi Tirwata Dinata (108).
Yang
terakhir ini, konon karena sudah tua, lantas memberikan kuasa kepada R
Anton Hartono untuk mengurus harta benda yang disimpan di Swiss.
Bentuknya mikrofilm, dua lembar dokumen, anak kunci boks deposit di JBS,
Jenewa, dan dua buah koin. Di dalam sertifikat itu disebutkan, ada dana
berjumlah 126,2 miliar dolar AS dan 63,10 miliar dolar AS.
”Insya
Allah, jika saya diberi izin, semua harta peninggalan Bung Karno ini
bisa membayar utang kita. Saya yakin bisa melaksanakannya,” ungkap
Goroyo sembari membantah dirinya paranormal. Dia juga membantah
berambisi menjadi presiden atau jabatan politis lain. ”Semua saya
lakukan dan beberkan untuk membangun negara kita,” tegasnya.
Saat
mendekati rumahnya, di pintu gerbang perumahan dan di depan rumahnya
terpampang spanduk putih bertulisan merah, ”Satrio Piningit Soenuso
Goroyo Soekarno sang Juru Selamat Telah Hadir di Bumi Indonesia.”
Namun
wartawan yang datang sejak pukul 11.00, baru diterima seusai shalat
jumat. Goroyo mengenakan stelan jas putih, sepatu putih, mirip yang
dikenakan Presiden Soekarno.
Di
ruang tamunya juga dipajang foto dirinya bersama seorang
jenderal.Adapula yang memperlihatkan saat dirinya menjadi anggota
Batalyon Arhanud SE 10/Kodam Jaya. Namun, dia enggan membeberkan latar
belakang jati dirinya. ”Saya ini orang susah. Jadi tentara pangkatnya
juga di sini (memegang lengannya). Jika saya pakai pakaian seperti ini,
hanya model. Kebetulan saya suka,” tuturnya.
Proses Pencarian
Goroyo
mengemukakan, dia hanya ingin ada saksi dari aparat soal harta
temuannya itu. Selanjutnya akan diserahkan kepada Presiden Megawati dan
diharapkan bisa melunasi utang luar negeri pemerintah. ”Saya tidak ingin
imbalan apa pun termasuk jabatan. Saya hanya butuh pengakuan dan surat
kuasa untuk meneruskan pencarian harta ini. Namun tampaknya Kapolda dan
Kapolri berhalangan.”
Dia menceritakan proses pencarian harta tersebut. Diawali dari kebiasaannya bertirakat
di berbagai tempat, lantas mendapatkan petunjuk. Petunjuk awal adalah
sebuah tongkat wasiat yang diyakini tongkat komando milik Presiden
Soekarno yang kemudian disimpannya hingga kini.
Selanjutnya,
dengan tirakat pula, secara gaib harta benda itu bisa diangkat dari
beberapa daerah di Bali, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. ”Meskipun
benda ini kini nyata, tapi awalnya adalah harta gaib. Jadi, mengambilnya
juga dengan cara gaib. Saya tidak boleh memilikinya. Saya diperintahkan
menyerahkan kepada negara untuk menyelamatkan bangsa,” paparnya.
Ketika
disinggung, kenapa justru membeberkan kepada wartawan, bukan langsung
menyerahkan kepada pemerintah, Goroyo menyatakan dirinya sudah capai
berhubungan dengan pejabat. Awalnya dia melapor kepada Presiden
Megawati, tapi tidak digubris. Kemudian kepada mantan atasannya, Kol Art
Harus Putri Osa, Dan Men Arhanud I Kodam Jaya, ke Mabes TNI, bahkan
juga dilaporkan kepada anggota DPR Permadi SH.
Namun
semua seperti tidak menghiraukannya. ”Karena itu, saya mengundang
rekan-rekan wartawan untuk menyaksikan langsung,” ujar Goroyo sembari
menegaskan, sebagai satria piningit dirinya mengemban tugas
menyelamatkan bangsa. Sebutan satria itu dia jelaskan, tidak ada
kaitannya dengan ramalan yang pernah diucapkan Permadi bahwa negeri ini
akan dipimpin satria piningit.
Harta Karun Soekarno , Akhirnya Ditemukan Juga
GW
sengaja menulis judul sedikir merangsang adrenalin kita sebagai manusia
dengan kata pembuka “Harta Karun”. Padahal maksudnya sih kiasan saja
sebagai suatu ungkapan metaforik analitik setelah menyusuri sejarah
Bangsa Indonesia. Judul aslinya adalah “Bangsa Indonesia dan Harta Karun
Soekarno”. Membaca tulisan ini, Anda boleh percaya dan boleh juga
tidak. Tidak ada paksaan dalam membaca. Tapi mulailah berpikir dan
merenungkannya.
Beberapa
waktu yang lalu kita sempat dihebohkan dengan berita mengejutkan
tentang Harta Karun Warisan Presiden Soekarno yang disebut-sebut berupa
emas, perak yang sangat berharga dan khabarnya dapat membayar seluruh
hutang Bangsa Indonesia. Isu dan kisah harta warisan Soekarno pun
bergulir. Korbannya tak tanggung-tanggung “Seorang Menteri Agama era
Megawati” mengacak-ngacak situ purbakala di Bogor. Amarah dan cemooh pun
bermunculan karena kenaifan, kedunguan, ketamakan dan keserakahan si
menteri yang belakangan diseret pengadilan karena kasus korupsi “Dana
Abadi Umat”. Semenjak peristiwa yang memalukan di Bogor itu kisah harta
karun peninggalan Soekarno masih terdengar beberapa waktu kemudian.
Klaim-klaim masih bermunculan, umumnya dari dukun dan paranormal. Namun
pelan-pelan kisah harta itu pun kemudian lenyap meskipun masih mengendap
menjadi sisa informasi di benak kebanyakan masyarakat Indonesia yang
kelak akan muncul kembali dengan kisah yang barangkali lebih sedap
dengan sedikit rasa pedas di lidah yang membuat merah muka.
Kemunculan
kisah harta karun Soekarno yang sempat menghebohkan itu memang membuat
banyak orang yang kecondongannya tamak menjadi ngiler. Darimana sumber
asal kisah itu pun masih simpang siur, tak ketahuan rimbanya. Mungkin
salah satu makhluk halus penghuni pulau Jawa yang membisikkan salah satu
budaknya untuk membisik-bisikkan tentang pusaka warisan bangsa
Indonesia itu. Tapi apa tepatnya Harta Pusaka warisan Soekarno itu? Tak
ada satu pun ahli atau pakar yang berminat menyibak misterinya karena
tentunya takut di bilang ketularan ketamakan atau di bilang dungu karena
percaya pada bisikan paranormal yang tak jelas ujung pangkalnya.
Saya
justru tertarik mengungkapkan Harta Peninggalan Soekarno itu bukan dari
perspektif perhartakarunan dengan gambaran emas, perak atau intan
permata. Tapi dari perspektif kesejarahan Bangsa Indonesia yang jejaknya
telah ditemukan oleh Sokarno di kawasan Bogor yang tidak lain adalah
prasasti Batu Tulis sebagai peninggalan masa lalu yang menyimpan sejarah
bangsa Indonesia dan erat kaitannya dengan transmisi pengetahuan yang
saat ini sudah sangat dikenal.
Gagasan
saya mengaitkan harta karun Soekarno dengan peninggalan sejarah di Batu
Tulis saya ilhami dari karakter Soekarno itu sendiri yang memadukan
intelektualitas dan kemampuan citarasanya yang tinggi tentang berbagai
seni dan budaya di tanah air. Benar, saya kemudian harus berasumsi bahwa
ungkapan Harta Karun Bangsa Indonesia sebenarnya dinyatakan oleh
Soekarno sendiri dengan suatu gaya pengungkapan metaforis puitis sebagai
karakter dasar beliau. Seseorang yang menguping ungkapan terselubung
ini kemudian mengira bahwa yang diungkapkan Soekarno adalah harta
beneran berupa emas, perak, atau berlian yang tersimpan di suatu tempat
di Bogor, bahkan ada yang mengatakannya tersimpan di suatu Bank di
Swiss. Padahal yang dimaksud Soekarno adalah peninggalan di Bogor yaitu
Batu Tulis yang menyimpan rahasia emas dan perak sebagai simbologi
tentang sumber asal Pengetahuan Tuhan yang telah dikenal semasa kerajaan
Areuteun, bahkan mungkin jauh sebelum era kerajaan Areueun maupun
Taruma Negara.
Soekarno
selain seorang yang teknis, paham ilmu rekayasa, ia pun dikenal sebagai
ahli kesenian. Bukan sekedar seni tari atau lukis, namun ia adalah
sastrawan yang paham benar ungkapan-ungkapan al-Qur’an, Injil, Kitab
Siwa-Budha maupun agama Hindu, dan kenal benar karya sastra lokal
(termasuk cerita daerah) maupun dunia. Sehingga gaya pengungkapannya
ketika berkaitan dengan suatu titik tolak entitas kebangsaan Indonesia
meniru ungkapan kitab-kitab agama dengan maksud-maksud terselubung.
Maksud
terselubung itu berkaitan dengan kemampuan manusia idaman Indonesia
yang diimpikan Soekarno sebagai manusia yang mestinya cerdas,
berpengetahuan lahir maupun batin dengan butir-butir yang tercantum
dalam Pancasila. Singkatnya, impian Soekarno tentang Manusia Indonesia
di masa depan adalah “yang jenius sekaligus yang relijius” sebagai figur
diri Soekarno sendiri. Dengan menyelubungi rahasia titik tolak asal
usul pengetahuan Bangsa Indonesia itu, Soekarno menyodorkan suatu
teka-teki mistis “Harta Pusaka Indonesia” atau yang belakangan
dihebohkan sebagai “Harta Karun Peninggalan Soekarno”.
Pengungkapan
demikian mempunyai tujuan. Tujuan utamanya adalah melindungi Pusaka itu
dari tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab. Bagi yang
mempunyai kecondongan tamak dan serakah, pastilah akan mengira kalau
ungkapan terselubung itu berkaitan dengan emas, perak dan intan berlian.
Jadi, meskipun Soekarno tak pernah menyatakan Harta Pusaka itu sebagai
emas dan perak maupun berlian, perkiraan seperti itu muncul belakangan
dari orang-orang yang sempat mendengar atau menguping ungkapan Soekarno
dan menafsirkannya dengan ketamakan dan keserakahan akan kemaruknya
harta dunia. Dan umumnya manusia mengira demikian karena selubung
metaforis Soekarno memang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang
paham benar dengan karakteristik Soekarno sebagai intelektual lahir dan
batin yang membaca banyak buku teknis, sastra, filsafat dan kenal
karakteristik dasar seluruh ajaran agama yang ada di Indonesia. Mereka
yang tamak dan serakahpun terkecoh dan babak belur dengan korban pertama
seorang menteri yang mengaku dapat bisikan paranormal.
Kalau
kita lebih jernih menelusuri sejarah hidup Soekarno, sebenarnya menjadi
jelas kalau ungkapan Harta Pusaka Soekarno berkaitan dengan JEJAK
SEJARAH MANUSIA INDONESIA yang jejak-jejaknya tertera di
prasasti-prasasti yang ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Salah
satu yang tertua adalah prasasti Batu Tulis yang ada di Wilayah Bogor
yang sampai hari ini menurut perbincangan arkeolog di situs menyimpan
misteri yang belum terpecahkan yaitu misteri TULISAN IKAL. Mengenai
tulisan ikal sebenarnya sudah saya singgung di risalah Sangkan Paraning
Dumadi : Mengintip Fajar Pulau Jawa dalam cacatan sejarah telah dikenal
oleh Cina melalui tulisan pendeta Budha Fa Hsien yang terdampar di
“Ya-wa-di” dan tinggal di situ selama 5 bulan setelah berlayar selama 90
hari dari Srilangka menuju Kanton pada tahun 414 M. Menurut catatan
Fa-Hsien, belum ada pemeluk agama Budha yang ada adalah pendeta
Brahmana, jadi saat itu agama Hindu telah ada di Kawasan Jawa atau
Javadvipa.
Kontak
resmi Cina dengan Ja-wa secara resmi dimulai di zaman Dinasti Sung
(420-479 M) yang pada tahun 435 M menerima utusan Ja-wa-da atau Jawa
Dwipa yang diperintah oleh Sri Pa-da-do-a-la-mo. Yang membawa sepucuk
surat dan upeti. Negara asal dari utusan raja Jawa Kuno itu seringkali
disebut sebagai Holotan yang diidentifikasikan oleh Prof. Slamet Muljana
sebagai Areuteun kerajaan tertua di Jawa Barat sebelum masa Taruma.
Bahkan kerajaan Holotan ini bisa dikatakan sebagai kerajaan tertua di
Jawa, lebih tua dari “Ho-ling” atau Keling di lembah sungai Brantas Jawa
Timur. Utusan kerajaan Tarumanegara atau menurut teks Cina To-Lo-Mo
datang ke Cina pertama kali pada tahun 528 M, sekitar 100 tahun setelah
utusan pertama kerajaan Holotan atau Areuteun tadi. Hubungan Cina dengan
Tarumanegara terus berlanjut sampai Tarumanegara ditumbangkan Kerajaan
Sriwijaya pada tahun 686 M. Arus peradaban dan pelayaran pun bergeser ke
Sriwijaya di Sumatra dan Holing atau Keling di Jawa Timur.
Jawa
Barat merupakan pusat keramaian yang tertua yang tercatat oleh sejarah
di Indonesia. Wilayah kerajaan tertua itu diidentifikasi oleh Profesor
Slamet Mulyana sebagai Areuteun di muara sungai Ciliwung. Tidak banyak
informasi yang tersedia mengenai kerajaan Areuteun yang muncul sekitar
tahun 414 M di Jawa Barat sebelum kerajaan Galuh Pakuan pada tahun 686
M. Catatan tentang kerajaan ini diperoleh dari Fa-Hsien seorang Buddha
yang terdampar di Jawa dan prasasti Ciareuteun. Namun, sedikitnya
sejarawan Indonesia seperti Prof. Slamet Muljana pernah mengulas tentang
kerajaan ini yang bukunya sampai hari ini belum saya temukan di toko
buku. Jadi, memang sulit sekali seperti aja wajah kerajaan Areuteun ini
yang muncul sekitar 272 tahun sebelum galuh Pakuan dengan nama rajanya
yang disebut dalam catatan raja-raja Cina sebagai Holotan.
Di
Internet topik “Areuteun” atau “Ciareuteun” ditemukan di suatu situs
yang nyaris menjadi situs purba sesuai namanya karena nampaknya
aktivitas anggotanya sangat rendah, situs itu adalah situs yang rupanya
dikelola oleh mahasiswa arkeologi UI. Diskusi tentang Ciareuteun
ditemukan sebagai suatu topik yang cukup hangat dibawah sub-judul
“Hindu-Budha Archeology” meskipun nampaknya diskusi itu tidak berlanjut.
Kutipannya secara ringkas tentang Areuteun antara lain menjelaskan
beberapa prasasti yang ditemukan di Kawasan Jabodetabek.
Dalam
suatu topik posting yang dipicu oleh nickname “Manchu Pichu” disebutkan
bahwa di daerah Ciampea ada beberapa prasasti. Lahan tempat
prasasti-prasasti ini ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan
datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun.
Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara.
Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Cibungbulang.
Transkrip
diskusi yang dapat ditemui di situs saya lampirkan (berhubung forum di
situs tsb mendadak ditutup,jadi saya copy pastekan saja transripnya):
apakah
ada yang tahu dimana letaknya prasasti jambu, yaitu prasasti tapak kaki
purnawarman…bukan yg di ciaruten..katanya didaerah leuwiliang di bukit
koleangkak. tapi orang di daerah leuwiliang tidak ada yg tahu. thx b4
Adapun
Prasasti yang di temukan di Sungai Ciareuteun adalah TAPAK KAKI MANUSIA
(PURNAWARMAN ) DENGAN DUA JENIS TULISAN, YAITU SANSEKERTA DAN ‘IKAL’
SERTA BEBERAPA GAMBAR SEPERTI LABA-LABA. Kedua prasasti ini letaknya
tidak berjauhan dengan jarak lebih kurang 300 m (mohon dikoreksi). Jadi
yang dimaksud prasasti Jambu adalah prasasti Tapak Kaki Gajah. Disebut
Prasasti Jambu, karene letaknya yang berada di Desa Jambu.
Kemudian,
di muara sungai (pertemuan dua sungai) Cianteun (mohon dikoreksi) juga
ada Prasasti dengan HURUF IKAL. Letaknya masih berada di Sungai
(sebagian batu tempat prasasti dipahatkan terendam air sungai),
sedangkan prasasti Ciereuteun sudah dipindahkan lebih kurang 70 m ke
dataran yang lebih tinggi (sekarang berada di dalam cungkup). Jarak
kedua prasati ini lebih kurang 500 m (mohon dikoreksi).
Semoga ini bisa membantu (juga koreksi untuk posting ismanujev sebelumnya)
Didaerah
Ciampea ada beberapa prasasti. Lahan tempat prasasti-prasasti ini
ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga
batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19,
tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk
bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Cibungbulang.
Kampung
Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu
merupakan sebuah “kota pelabuhan sungai” yang bandarnya terletak di tepi
pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu
masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih
digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke
daerah hilir.
Prasasti
pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya
merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu
pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat.
Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk
khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.
Prasasti-prasati itu antara lain:
Prasasti Pasir Muara
Prasasti
ini ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti
Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada
ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini
tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (panca
(5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena
angka tahunnya bercorak “sangkala” yang mengikuti ketentuan “angkanam
vamato gatih” (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat
dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi (catatan penulis: nabi Muhammad
lahir tahun 571 M).
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun Museum Sejarah Jakarta
Prasasti
Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari
pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981
diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan
Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi
empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua
(jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan
raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa
Tarumanagara.
Selain
itu, ada pula gambar sepasang “pandatala” (jejak kaki), yang
menunjukkan tanda kekuasaan fungsinya seperti “tanda tangan” pada zaman
sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan
bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka
Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara
bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama
“Rajamandala” (raja daerah) Pasir Muhara.
Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua
jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut
mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa
perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi
Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama
Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di
atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman
berukiran sepasang lebah (an-Nahl).
Ukiran
bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala
gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai “huruf ikal”
yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula
tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan) *asy Syams-al-Qamar). Keterangan pustaka dari
Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang “bhramara”
(lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala “kemudaan”
nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan
yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
Prasasti lain
Di
daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa
Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
Shriman
data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam –
padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam –
bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang
termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya
tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua
jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng
musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang
setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
Salah
satu misteri yang belum diungkapkan dari temuan prasasti Ciareuteun di
Jawa Barat yang menarik perhatian saya adalah tulisan atau simbol yang
disebut huruf ikal. Saya kemudian melakukan posting yang berkaitan
dengan tulisan Ikal dan prasasti Ciareuteun dari Jabar sehubungan dengan
simbol-simbol Indra, Petir, Gajah, Teratai, Laba-laba dan Lebah yang
tertera pada prasasti yg di temukan di Jabar.
Saya
secara teknis akademis bukan arkeolog , tetapi melihat topik diskusi
yang berkaitan dengan Tulisan Ikal dan Prasasti Ciareuteun dari Jabar
yang berlaitan dengan simbol-simbol Indra, Petir, Gajah, Teratai,
Laba-laba dan Lebah yang tertera pada prasasti yg di temukan di Jawa
Barat.
Sebenarnya
saya mempunyai suatu spekulasi yang muncul dari kemungkinan historis
adanya transmisi pengetahuan dari wilayah India, Jawa, ke Mediterania,
dan akhirnya berujung kembali di wilayah asalnya yaitu Aleksandria
tempat dimana Perpustakaan Terlengkap di Dunia pernah Berdiri dan 9
pemikir Agung menekuni sains. Khususnya berkaitan dengan simbol-simbol
agama Siwa Budha dan Islam yaitu simbol Asy Syams (Matahari), Petir (Ar
Rad), al-Qamar (Bulan), Lebah (an-Nahl), laba-laba dan Gajah sebagai
tunggangan Dewa Indra (Raa, atau Matahari), Bunga Sidrath atau Lotus
Tree dengan simbol-simbol dari Mesir.
(tambahan
saya: Jadi, gajah tunggangan Dewa Indra sejatinya simbolisme Ganesha
atau Gajah sebagai lambang ilmu pengetahuan dimana dua gading gajah
menunjukkan makna ilmu pengetahuan bagai gading yang mudah retak dan
siapapunyang tak mampu menjaganya akan dililit oleh belalai Si Gajah
sebagai suatu ungkapan simbolik metaforik bahwa ilmu pengetahuan adalah
netral, baik dan buruknya tergantung pada manusia yang
mengimplementasikannya)
Transkrip
tulisan ikal itu mungkin bukan tulisan tetapi simbologi Indra Maya
sebagai realitas The matrix yang menjadi asal usul penulisan seluruh
sistem huruf-huruf yang ada di dunia khususnya sistem dengan 5, 20
(jawa), 22 (Phoenicia), 26(Latin), dan 28 huruf (hiajiah) (saya tak tahu
jumlah huruf Sansekerta). Jadi boleh jadi huruf palawa, sansekerta,
jawa atau tulisan di Kawasan Asia juga sama asal usulnya dengan simbol
dasar tulisan yang muncul di Mediterania khusunya Phoenicia, Aramaik,
Yunani, Arab, Hebrew dan lain-lainnya.
Konsep dasar Indra Maya adalah teori Bilangan Euclids yaitu bilangan sempurna 6=1+2+3 dengan pemodelan 9696 :
- 9 adalah simbol realitas yang tercitra di akal pikiran,
- 6 adalah bayangan realitas di retina mata manusia,
- 9 adalah tampilan fenomena realitas benda-benda di bawah naungan sinar matahari,
- 6 adalah simbol kelahiran Sang Waktu alias Matahari itu Sendiri sebagai Indra.
Prasasti
yang mencetak simbol tersebut menyembunyikan arti bahwa cikal bakal
kerajaan Kuno di Tanah Sunda adalah seorang raja yang menguasai ilmu
pengetahuan dengan transmisi yang berasal dari Yunani Kuno, Mesir, India
dan Cina.
Sampai
sejauh ini saya masih berspekulasi atas kemungkinan diatas karena
kurangnya literatur yang kompeten atau tidak tahu sama sekali karena
bidang saya bukan arkeologi. Untuk itu saya membuat tulisan yang lebih
banyak saya warnai dengan gaya berkisah karena kurangnya dasar-dasar
ilmiah yang dapat dipercaya kecuali penggunaan sejarah dan hubungannya
dengan model fisika kuno yaitu Teori Bilangan Euclids untuk menjelaskan
fenomena penampilan Kekuasaan Tuhan di muka Bumi yang sebenarnya
ungkapan dan simbolnya ada di Al Qur’an dan mungkin kitab Siwa Buda
(saya bukan beragama Budha tetapi Islam, jadi tidak tahu persis apa isi
kitab penganut Siwa Budha).
Beberapa
sejarah Kuno seperti di Cirebon menyebutkan bahwa raja pertama
Tarumanegara adalah Adimulya, sebenarnya namanya adalah Adam Awlia
sebagai simbolisme manusia yang menciptakan sistem huruf dan hitungan
yang tidak lain adalah Nabi Adam a.s. Ajarannya muncul dari transmisi
ajaran Ofirisme Phytagorean dimana yang menjadi landasan adalah
hukum-hukum fisika yang berkaitan dengan pemantulan atau difraksi cahaya
diatas cermin yang dikemudian hari digunakan sebagai model eksperimen
Isaac Newton.
Bentuk
huruf atau simbol Ikal, saat ini masih saya bayangkan berbentuk seperti
tulisan 6 atau 9 yang saling bergulung atau 69 dengan lingkaran O yang
makin membesar dari suatu titik pusat. Bentuknya memang akhirnya mirip
OBAT NYAMUK yang kita kenal sekarang. Dan sejatinya memang yang kita
sebut angka 6 atau 9 itu sejatinya bukan bilangan, namun simbolisme
pertama kali ketika manusia Adam menyadari bentuk tampilnya Kekuasaan
Tuhan yang tidak lain Simbol Siwa-Buda yaitu seperti bilangan 3. Dalam
legenda Cirebon di sebut Walang Sungsang. Simbol 3 kemudian dalam ajaran
Islam dinyatakan sebagai simbolisme penampilan Allah, Ar-Rahmaan,
Ar-rahiim sebagai 3 Ism Agung dengan simbol geometris bidang segi 3.
Lantas
bilangan pun kemudian disesuaikan dengan citra penampilan dan perasaan
yang muncul 1+2+3=6, 2+3+4=9, lahirlah sistem bilangan dengan rujukan
akhir 1+2+3+4=10, 10 jari tangan kita. Bilangan 6 disebut bilangan
sempurna, sedangkan bilangan 3 disebut bilangan yang menjadi Pembagi
Agung alias 3 Ism Agung.
Bilangan-bilangan
lainnya muncul dengan mengalikan secara berturutan sebanyak 3 kali,
2x2x2=8, 3x3x3=27, 4x4x4=64=8×8 yang ternyata menthok ketika
disandingkan dengan geometri dan disebut anomali runtuhnya papan catur
Brahmana India. Bilangan kita ternyata hanya akurat sampai hitungan ke 7
kuadrat yaitu 7×7=49 alias Muthaa alias 7 langit bumi. Yang meruntuhkan
adalah Si Bintang penembus yang disebut Ahmad nama kecil Nabi Muhammad
SAW yang tidak lain adalah ADHI BUDHA atau Budha Yatim Piatu dengan cara
memotong papan catur menjadi 4 bagian sehingga didapati bahwa 8×8=64
ternyata bisa menjadi 13×5=65, darimana angka 1 ini muncul? (silahkan
cari jawabannya, hint nya buatlah kotak 8×8=64 yaitu kotak papan catur.
Buat 3 garis dengan koordinat 0,5 dan 5,3 ; 5,8 dan 5,0 ; lalu garis
ketiga 3,0 dan 8,8 dengan catatan sumbu matrisk 8×8 nya dimulai dengan
angka 0; kemudian potonglah dengan mengikuti garis tersebut dan susun
ulang dengan posisi membuat segi empat 13×5=65 kotak, jadi begitulah
kenapa memori komputer hanya berupa kelipatan 64).
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini