Di dunia terdapat 40 ribu spesies tanaman, dan sekitar 30 ribu spesies
berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 9.600 di antaranya
terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 400 spesies
dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Data WHO tahun 2005 menyebutkan, sebanyak 75-80 persen penduduk dunia pernah menggunakan herbal. Di Indonesia, menurut Ketua Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI), dr Hardhi Pranata, penggunaan herbal untuk pengobatan dan obat tradisional sudah dilakukan sejak lama. Ini diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi dan juga tertulis pada daun lontar dan kepustakaan keraton.
Minat masyarakat dalam menggunakan herbal, Menurut Hardhi pada Herbal Expo 2010 beberapa waktu lalu, terus meningkat berdasarkan konsep back to nature (kembali ke alam). Ini dibuktikan dengan meningkatnya pasar obat alami Indonesia. Pada 2003 pasar obat herbal sekitar Rp 2,5 triliun, pada 2005 sebesar Rp 4 triliun, dan pada 2010 diperkirakan mencapai Rp 8 triliun.
Menurut Direktur Penilaian Obat Asli Indonesia BPOM, dr Sherley, kecenderungan penggunaan obat bahan alam (herbal) oleh masyarakat, baik untuk menjaga kesehatan maupun mengobati suatu penyakit, cenderung meningkat di negara berkembang maupun di negara maju. "Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku masyarakat dan pergeseran pola penyakit dari infeksi menjadi penyakit Degeneratif. Dan berbagai hasil penelitian mendukung penggunaan obat herbal," jelas Sherley.
Masih ragu
Namun, menurut Prof Sidik dari Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, tak sedikit pula masyarakat yang ragu menggunakan obat herbal. Ia mengungkapkan, keraguan itu disebabkan ketidakjelasan tentang herbal tersebut. Misalnya, herbal berbeda tetapi nama sama. Atau, herbal tersebut tumbuh pada kondisi iklim tanah dan cuaca yang tidak memiliki senyawa kimia identik atau efek terapi.
Yang juga diragukan adalah proses pengumpulan ekstrak, yakni tanaman segar dijemur di bawah matahari, pengolahan, dan penyimpanan yang menyebabkan potensi dan keamanan berbeda.
Atau, karena tidak ada standar khusus untuk peresepan obat herbal, serta sulit untuk memastikan dosis yang sesuai. Sebenarnya pemerintah telah mengatur pemanfaatan herbal medik dalam fasilitas kesehatan melalui beberapa peraturan pemerintah, keputusan menteri, maupun peraturan perundang-undangan sejak 1998 hingga kini.
Walaupun sudah ada regulasi jelas yang mengaturnya tetap saja penggunaan obat herbal oleh para dokter masih kurang optimal. Menurut Hardhi, ini karena terdapat beberapa kendala, misalnya sistem perundangan kesehatan, belum banyak informasi khasiat dan keamanan yang melalui uji klinis, belum ada kompetensi pada dokter, kurangnya perlindungan masyarakat terhadap efek plasebo iklan obat berbahan alam, belum terhimpunnya data mengenai obat bahan alam Indonesia berdasarkan pada evidence based, kurangnya koordinasi antarinstitusi dalam penelitian obat bahan alam Indonesia, serta belum ada organisasi profesi kedokteran yang khusus mendalami herbal Indonesia.
Potensi Kristanto Santosa dari Bussiness Innovation Center (BIC) menjelaskan, obat herbal merupakan bahan atau ramuan bahan yang dibuat dari biji-bijian, buah, umbi, akar, daun, batang atau bunga tanaman yang digunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit. "Sebenarnya peluang bisnisnya besar. Sayangnya saat ini obat herbal digunakan di luar profesi kedokteran," lanjutnya.
Data WHO menyebutkan, sebanyak empat miliar orang penduduk dunia menggunakan herbal. Di Amerika bisnis herbal tumbuh 35 persen per tahun (1988 -1997). Hampir sepertiga orang Amerika mengonsumsi herbal. Di Eropa pasar herbal saat ini bernilai 7,4 miliar dolar. Dan, di Eropa herbal telah diklasifikasikan sebagai `obat.' Kristanto mengungkapkan Indonesia memiliki potensi `raksasa' herbal 400 ribu spesies. Sebanyak 90 ribu digunakan untuk pengobatan, dan 400 dimanfaatkan sebagai fitofarmaka.
CEO PT Mustika Ratu Tbk, Putri K Wardani menguatkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber alam dengan kekayaan spesies tanaman Indonesia. Sebanyak 80 persen tanaman obat berkhasiat tumbuh di daratan Indonesia.
Masuk urutan nomor dua setelah Brasil, Indonesia memiliki 40 ribu spesies tanaman. Sebanyak 7.500 di antaranya adalah tanaman berkhasiat, 1.845 spesies telah Diinventarisasi, 940 spesies telah teridentifikasi, dan 283 spesies terdaftar di BPOM sebagai bahan jamu. "Bila digabung spesies darat dan laut, Indonesia nomor satu di dunia," jelas Putri.
Memajukan herbal Sherley mengungkapkan, di Indonesia saat ini sebagian besar obat tradisional lokal berupa jamu (empiris), obat herbal terstandar sebanyak 30 produk dan fitofarmaka lima produk. Menurutnya, agar produk obat bahan alam Indonesia dapat menjadi produk yang diandalkan dan diterima di semua kalangan, serta mampu bersaing secara global, maka mutunya harus ditingkatkan, keamanannya harus dibuktikan, serta Memanfaatan/khasiatnya harus diteliti dan dibuktikan secara ilmiah.
Pemerintah, Hardhi menjelaskan, sebenarnya sudah mempunyai memiliki strategi untuk meningkatkan penggunaan obat herbal melalui pendekatan A-B-G, A di sini maksudnya melibatkan academic, B maksudnya bussiness, dan G adalah turun tangan government (pemerintah) Sidik mengatakan untuk meningkatkan produksi maupun penggunaaan obat herbal, perlu adanya sinergi antara perguruan tinggi, industri dan pemerintah. Untuk memperoleh hasil penelitian berupa produk berorientasi paten dan pasar, perlu kerja sama lintas disiplin ilmu yang terdiri atas ahli antropolog, botani, budi daya, kimia, farmasi, farmakolog, klinisi, dan industri. (Republika)
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung ,, Jangan Lupa Berikan Komentarnya Untuk Artikel Ini